TheJatim.com – Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya mendadak memanas saat Pemerintah Kota mengajukan skema pembiayaan alternatif senilai Rp452 miliar dalam pembahasan RKUA-PPAS Perubahan 2025, Senin (21/7/2025).
Usulan mendadak ini langsung memicu reaksi keras dari anggota dewan. Bukan hanya karena besarannya yang mencapai ratusan miliar rupiah, tetapi juga karena sebelumnya tidak pernah ada pembahasan serupa dalam forum resmi.
“Kami tidak pernah diberi sinyal apa pun. Tiba-tiba muncul angka utang sebesar ini. Ini serius dan kami harus tahu dasar hukumnya,” tegas anggota Banggar DPRD Surabaya, Imam Syafi’i.
Menurut Imam, utang tersebut rencananya akan digunakan untuk lima proyek infrastruktur, mulai dari pembangunan Jalan Lingkar Luar Barat (Rp42 miliar), pelebaran Jalan Wiyung (Rp130 miliar), penanganan banjir (Rp179 miliar), proyek saluran di Gunungsari (Rp50 miliar), hingga pemasangan penerangan jalan umum (Rp50 miliar).
Namun, bukan hanya soal transparansi yang dipersoalkan. Imam menilai beberapa proyek terkesan tidak menyentuh kepentingan publik secara langsung. Ia menyoroti pelebaran Jalan Wiyung yang dikhawatirkan justru lebih menguntungkan pihak pengembang perumahan dibanding warga.
Sementara itu, program sosial seperti bedah rumah justru mengalami pemotongan anggaran hingga Rp16 miliar.
“Kalau jalan di kawasan elite diperlebar pakai utang, sementara bedah rumah dipotong, ini jelas ironis,” kata Imam.
Yang lebih mengkhawatirkan, beban cicilan utang akan ditanggung APBD selama lima tahun ke depan. Total keseluruhan utang berikut bunga dan biaya lainnya disebut mencapai Rp513,8 miliar.
Rinciannya, pada 2025 pemkot sudah harus mencicil Rp33,4 miliar. Lalu naik menjadi Rp129,7 miliar pada 2026, dan terus berlanjut: Rp123,3 miliar (2027), Rp116,8 miliar (2028), serta Rp110,3 miliar (2029).
“Kalau pendapatan daerah tidak naik signifikan, program-program untuk masyarakat bisa dikorbankan. Ini bukan asumsi, ini pengalaman masa lalu. Jangan sampai diulang,” ujar Imam dengan nada serius.
Karena belum adanya kejelasan hukum dan urgensi, pimpinan Banggar memutuskan untuk menskors rapat selama satu pekan. DPRD juga berencana berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta kejelasan legalitas skema pembiayaan tersebut.
“Hari ini semua fraksi satu suara. Biasanya pembahasan cepat, tapi kali ini kami sepakat: stop dulu. Harus ada kajian dan dasar hukum yang jelas,” tambah Imam.
Sikap serupa juga disampaikan anggota Banggar dari Fraksi PAN, Zuhrotul Mar’ah. Ia mengaku tak tahu menahu soal rencana pembiayaan alternatif tersebut.
“Tidak ada informasi sebelumnya. Kami kaget karena ternyata langsung dijalankan tahun ini. Saya kira baru akan dimulai 2026,” katanya.
Dengan kondisi ini, pembahasan RKUA-PPAS Perubahan 2025 sementara dihentikan. Dewan meminta agar seluruh usulan yang berdampak langsung pada keuangan daerah disampaikan secara transparan dan bertahap, demi menjaga kepercayaan publik dan keberlanjutan program prioritas masyarakat.