Kamis, 9 Oktober 2025
Image Slider

Penangkapan Massal Aksi Solidaritas Surabaya Diduga Langgar Hak Asasi

TheJatim.com – Gelombang aksi solidaritas di Surabaya pada 29–31 Agustus 2025 berujung pada penangkapan massal yang dinilai sewenang-wenang. Ratusan warga yang turun ke jalan untuk menyuarakan pendapat justru menghadapi intimidasi, kekerasan, hingga ancaman kriminalisasi.

Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, menyebutkan Tim Advokasi mencatat sedikitnya 110 orang ditangkap hingga 31 Agustus. Dari jumlah tersebut, 80 orang dibawa ke Polrestabes Surabaya. Sebanyak 55 orang dibebaskan, 3 masih diperiksa, dan 22 orang belum jelas keberadaannya. Sementara itu, 30 orang ditahan di Polda Jatim, dengan 28 dibebaskan dan 2 masih diperiksa. Hingga kini, 22 orang belum diketahui nasibnya.

“Situasi ini menunjukkan tidak adanya transparansi dari pihak kepolisian. Orang tua dan keluarga korban kebingungan mencari informasi keberadaan anaknya,” ujar Habibus.

Penangkapan dilakukan di sejumlah titik seperti Taman Apsari, Tunjungan, Pasar Keputran, Jalan Bubutan, Monumen Kapal Selam, hingga area Grand City Surabaya.

Baca Juga:  Bupati Bantul Pelajari Teknologi PSEL Benowo, Surabaya Jadi Kota Percontohan

Anak di Bawah Umur Turut Ditangkap

Tim Advokasi menemukan delapan anak di bawah umur ikut ditangkap. Meski akhirnya dipulangkan, proses penangkapan ini dinilai melanggar prinsip perlindungan anak sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014.

Kekerasan dan Pelanggaran Prosedur

Aduan masyarakat yang diterima Tim Advokasi meliputi pemukulan, intimidasi, perampasan telepon genggam, hingga hilangnya kendaraan bermotor. Beberapa korban mengalami luka fisik dan trauma psikis.

Selain itu, aparat disebut menggunakan dokumen “klarifikasi” dan “interogasi” yang tidak dikenal dalam KUHAP. Hal ini dianggap membuka ruang kriminalisasi tanpa dasar hukum yang sah.

“Banyak dari mereka yang ditangkap bukan peserta aksi. Ada yang hanya lewat, ada yang kebetulan memakai pakaian hitam,” ungkap perwakilan advokasi.

Akses Bantuan Hukum Dihalangi

Advokat yang hendak mendampingi warga ditahan berjam-jam di pos penjagaan sebelum diperbolehkan masuk. Akibatnya, banyak peserta aksi diperiksa tanpa pendampingan hukum. Tindakan ini melanggar KUHAP, UU Bantuan Hukum, dan UU Advokat.

Baca Juga:  Camat hingga RW Bergerak Aktif Wujudkan Kampung Pancasila Madani Surabaya

Ancaman Kriminalisasi Meluas

Tim Advokasi juga menilai ada pola kriminalisasi baru terhadap peserta aksi maupun individu yang bersuara di media sosial. Padahal, hak kebebasan berekspresi dijamin konstitusi dan hukum internasional.

Seruan Tim Advokasi

Aliansi lembaga bantuan hukum dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Rakyat Jawa Timur (TAWUR) menyerukan beberapa hal:

1. Mengutuk keras praktik kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat kepolisian terhadap masyarakat yang mengakibatkan korban luka-luka di jawa timur;

2. Mengecam praktik penangkapan sewenang-wenang dan upaya kriminalisasi terhadap warga yang tidak bersalah;

3. Mendesak Kapolri untuk meminta jajaran kepolisian memberikan akses bantuan hukum, dan membebaskan masyarakat yang ditangkap tanpa prosedur atau aturan yang berlaku tanpa syarat

Baca Juga:  Ratusan Atlet Muda Ramaikan Kejuaraan Panjat Tebing di Taman Bungkul

4. Mendesak Kapolri untuk segera memulihkan semua masyarakat yang menjadi korban dari tindak kekerasan aparat dan berikan rehabilitasi serta restitusi yang maksimal.

5. Mendesak Lembaga Negara pengawas seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, KPAI untuk bekerja melakukan pengawasan sesuai dengan mandat maupun penyelidikan independen terkait dengan berbagai peristiwa kekerasan yang mengarah pada pelanggaran ham berat;

6. Mendesak Pemerintah untuk tidak abai terhadap berbagai tuntutan rakyat diantaranya terkait dengan penolakan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan rakyat dan kegagalan DPR RI menjalankan fungsinya.

Tim TAWUR juga mengingatkan bahwa aparat kepolisian adalah penegak hukum, bukan penguasa yang bisa bertindak sewenang-wenang. Penanganan setiap perkara harus berbasis hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

“Bukan pada represi yang justru melanggengkan ketidakadilan dan mempersempit ruang demokrasi,” tegas pernyataan tertulis TAWUR.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Populer
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT