Jumat, 10 Oktober 2025
Image Slider

Nyatanya Manusia Tak Pernah Tahu Cara Berpikir Orang Lain tentang Sekelilingnya

Thejatim.com – Zaman kita hidup, juga tidak tahu caranya mengelola jantung, mengelola paru-paru. Kamu juga tidak tahu mengelola oksigen yang tidak beracun, tidak mengandung polusi, dan tahu-tahu hidup saja. Nggak ingin tua, ya tahu-tahu tua. Nggak ingin mati, tahu-tahu mati.

Selama ini kita hidup juga tidak tahu apa-apa, hanya gaya saja, punya jadwal dan punya planning. Kalau kamu bisa menentukan pilihan, pasti ingin punya istri empat, cantik semua, neriman (qanaah) semua, nyatanya nggak kesampaian kan?

Punya istri cuma satu saja cerewetnya bukan main, tak bisa apa-apa lagi, dan jadi istri sampai mati lagi. Istri Anda juga begitu, punya keinginan suami yang ganteng, pejabat yang beriman, yang tak poligami. Ternyata tidak kesampaian juga. Kalau kita menghitung tingkat kegagalan, kita itu gagal terus, iya kan. Nah, terus baru ingat Allah.

Orang yang punya akal selalu berpikir, Allah itu menghendaki apa terhadap saya. Lha, wong sama-sama melihat orang yang serius. Kata Anda dia itu pemikir berat, senang punya tokoh yang mrengut, karena kamu anggap dia pemikir dan serius dalam bertindak. Tapi sebagian menganggap lain orang yang serius, orang kok mrengut, masam, muka kok ditekuk (wajahnya kelihatan ketus) terus.

Baca Juga:  Gus Baha: Belajarlah Melatih Rasa Ikhlas Agar Hidup Tenang

Jadi objeknya sama, tapi penilaian orang bisa berbeda hati. Yaa muqallibal quluub tsabbit qalbii ala diinik. Karena kita tidak tahu cara berpikir orang lain tentang sekeliling kita.

Misalnya, ada orang baik yang suka merawat fakir miskin, lalu melihat orang kaya bangun masjid mewah, dia merasa janggal, “Apa artinya masjid mewah kalau masih banyak orang kelaparan.”

Beda lagi penilaian orang yang pesantren, “Apa artinya masjid mewah kalau tidak bisa ngaji.” Orang yang lain lagi mungkin juga punya pandangan beda lagi.

Baca Juga:  Warga Tambakwedi Gugat Aset Pemkot, DPRD Surabaya Desak Hearing Terbuka

Semuanya punya sudut pandang yang berbeda-beda, dan Islam mengapresiasi semua kebaikan. Tapi perlu diyakini bahwa semua kebaikan adalah kehendak Allah SWT, karena apapun yang baik, Anda itu pakai fasilitas yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga ini yang disebut:

قُلِ اللهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِيْ خَوْضِهِمْ يَلْعَبُوْنَ

Artinya: “Katakanlah, ‘Allah’. Kemudian, biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. (QS. Al-An’am: 91)

Kembali lagi, bahwa keseharian anda ini sudah islami, hingga saat anda tidak bisa melakukan apa saja (nganggur). Saya pernah diminta bantuan tetangga untuk melepas jenazah, saya bilang, “Jenazah ini orang yang baik,” padahal dia sering melamun dan selalu nganggur di rumah. Lalu ada yang komentar, “Masak orang yang sering melamun dan nganggur itu baik, Gus!”

Saya jawab, “Memang benar dia nganggur, itu artinya juga nggak berbuat suatu yang maksiat khan, juga tidah bunuh orang, tidak maling, dan tidak korupsi. Di sini sisi baiknya orang nganggur di rumah.”

Baca Juga:  Armuji Tegaskan Tidak Ada Perusahaan Kebal Hukum di Surabaya

Jadi sebenarnya Islam itu kalau mengapresiasi hal keseharian itu luar biasa. Makanya kalau pernah ngaji Ushul Fiqh ada kitab yang bernama Lubb al-Ushul, kitab itu terkenal sekali di pesantren, di dalamnya disebutkan:

إِذْ مَا مِنْ مُبَاحِ إِلَّا وَيَتَحَقَّقُ تَرْكُ حَرَامٍ مَا

Artinya: “Tidak ada perbuatan mubah kecuali bersamaan ketika itu meninggalkan perbuatan haram.”

Ketika keseharian yang mubah Anda lakukan, itu bisa jadi ada kehebatan yang luar biasa, yaitu meninggalkan hal yang haram. Makanya dulu banyak orang-orang alim saat bertemu temannya itu senang guyon (bercanda) hingga semalaman. Lalu orang yang Islamnya serius (semangat) berkomentar, “Kiai kok sukanya guyon terus, tidak tahajud, dan tidak witiran.”

*Disadur dari pengajian KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Populer

HUMAS

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT