Jumat, 10 Oktober 2025
Image Slider

“NJLIMET”

Dari Sidang BPUPKI hingga Kritik Buku Sugiarso

*Oleh Mahbub Djunaidi, 18 Desember 1988.

TheJatim.com – KETUA Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat, bertanya pada para anggota Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai, apakah dasar dari Indonesia merdeka itu. Maka para anggota selama tiga hari berturut-turut mengeluarkan pendapatnya. Baru sesudah itu ketua Dr Radjiman meminta anggota Ir Sukarno menyatakan pendapatnya tentang dasar negara Indonesia yang merdeka kelak.

Anggota Ir Sukarno bangkit sesudah terlebih dulu minta maaf kepada ketua dan sidang, karena menganggap pembicaraan yang sudah berkembang selama tiga hari itu tidaklah menjawab pertanyaan yang diajukan ketua. Yang ditanya apa dasar negara, yang dijawab cuma pinggir-pinggirnya, bukan inti masalahnya.

Sesudah menganggap semua pembicaraan yang berlangsung tiga hari itu amatlah verschrikkelijk zwaarwichtig, amatlah njlimet sehingga tidak jelas mau ke mana, Ir Sukarno pun menjelaskan perlunya ada fundamen, ada filsafat, ada philosofische grondslag tempat negara merdeka itu berdiri dan berpegang. Redaksi atas persidangan yang njlimet itulah lahir pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 selama dua jam tanpa persiapan tertulis sama sekali.

Baca Juga:  DIKBUD

TERNYATA njlimet itu ada hikmahnya. Andaikata para anggota Dokuritzu Zyumbi Tyoosakai tidak sampai terjebak njlimet selama tiga hari itu, boleh jadi perjalanan sejarah akan lain, karena kita tidak akan kenal pidato Hari Lahirnya Pancasila, karena anggota Ir Sukarno tidak akan bangkit dari korsinya dan mengritik suasana sidang yang dianggap njlimet.

Tapi, ada pula sikap njlimet yang tidak ada hikmahnya. Ini dilakukan teman saya kerika ia mencoba mengecilkan arti penting buku Siapa Menabur Angin Akan Menuai Bagai karangan Sugiarso Suroyo.

Baca Juga:  Gus Baha: Belajarlah Melatih Rasa Ikhlas Agar Hidup Tenang

Mengapa? Karena teman saya itu meragukan bahwa buku itu dibikin sesudah melihat Pemilu 1987 seperti diakui sendiri oleh Sugiarso dalam bukunya. Teman saya itu ragu karena terbaca iuca olehnya buku Rangkaian Peristiwa Pemberontakan Komunis di Indonesia karangan Gunawan Muhammad S.E dari Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK) terbitan PT Yudha Gama Corporation tahun 1982. Dan dalam buku itu Gunawan Muhammad S.E (bukan pimpinan majalah Tempo) mengaku sudah membaca naskah Sugiarso Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai tahun 1982. Memang baru dalam bentuk naskah dan belum diterbitkan. Jadi mana yang benar apakah buku itu diselesaikan sesudah melihat Pemilu 1987 ataukah sudah siap sejak tahun 1982?

SAYA tidak setuju cara teman saya meragukan buku Sugiarso dengan mempersoalkan kapan sebetulnya buku itu disiapkan oleh Sugiarso. Buat saya tidak penting apakah buku itu sudah siap tahun 1982 menurut Gunawan Muhammad S.E ataukah baru disiapkan sesudah Pemilu 1987, sesudah Sugiarso merasa “risi” menyaksikan begitu banyaknya gambar Bung Karno muncul di arena kampanye.

Baca Juga:  BETAWI

Cara teman saya mencoba mengecilkan buku Sugiarso lewat usaha yang njlimet itu betul-betul memang njlimet dan tidak membawa hikmah, walaupun cukup menarik. Betapapun tahun penerbitan buku itu meragukan, yang dibikin bingung oleh Sugiarso sendiri, yang terpenting buku itu layak di kaji secara bebas dan kritis, bebas dinilai oleh mereka yang menyetujui isi buku itu ataupun oleh mereka yang menolak buku Sugiarso. Ini adil.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Populer
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT