Surabaya – Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) bersama Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Indonesia melantik pengurus Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Hotel Bumi Surabaya di Ruang Airlangga Hotel Bumi Surabaya, Jumat (26/8/2022).
Di samping melantik pengurus SPM Hotel Bumi Surabaya, pihaknya juga menghelat Rakernas FSPM Indonesia Tahun 2022 yang diawali dengan kegiatan diskusi mengenai UU Cipta Kerja bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jatim, lalu dilanjutkan dengan pemilihan Presiden FSPM Indonesia.
Plt Presiden KSPN Saiful Busroni menjelaskan, dalam kesempatan Rakernas FSPM Indonesia kali ini, pihaknya juga mengajak pengurus dari seluruh regional berdiskusi menyoal UU Cipta Kerja dengan tema Ancaman Pengurangan Hak-hak Pekerja.
“Hari ini, kita mengadakan pelantikan pengurus baru di sini. Yakni, melantik pengurus Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Hotel Bumi Surabaya. Dan kebetulan, kita juga mengadakan rakernas. Kemudian yang menjadi pokok dari pembahasan forum ini adalah tentang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja,” urai Saiful.
Menurut telaahnya, UU 11/2020 tentang Cipta Kerja kurang efektif. Lantaran nilainya berada di bawah UU lainnya. Dia pun telah membedah dan menemukan 8 UU yang berhubungan dengan tenaga kerja atau buruh itu sendiri.
“Jadi UU Ciptaker itu nilainya dibawah undang-undang yang pertama yaitu UU 13 tahun 2003. Di catatan kita, ada 8 UU yang harus kita klasterkan. Jadi klasternya ada hubungannya tentang tenaga kerja,” jelasnya.
Pertama, kata Saiful, UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Kemudian yang kedua adalah UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja. Ketiga UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Lalu UU 3/2001 tentang Pengawasan Perburuhan. Kelima ada UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja. Lalu ke-6 adalah UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Ke-7 UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Dan yang ke-8 yakni, UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Semestinya, jadi satu klaster saja. Sehingga (aturan) tidak tumpang tindih. Ini yang tengah kita perjuangkan ke depannya,” tegas Saiful.
Dengan UU Ciptaker saat ini, dinilainya masih banyak masalah yang terjadi di lingkungan buruh. Termasuk soal tidak dilaksanakannya ketentuan-ketentuan yang sudah berjalan dalam UU 11/2003. “Nah, kalau misalnya undang-undang pokoknya 11/2003 ini dalam tanda petik inkonstitusional, maka artinya turunan peraturan di bawahnya pasti semuanya juga kena. Otomatis peraturan itu enggak bisa dilaksanakan,” tandas dia.
Lebih jauh, Saiful berharap para buruh dapat hidup layak sesuai yang di UUD 1945. Namun, Saiful menegaskan bahwa kelayakan iti bisa terjadi, apabila aturan-aturan yang dibuat menuju ke sana, menuju ke kelayakan itu.
“Di pasal 27 ayat dua UUD 1945 itu kan bunyinya kita berhak atas penghidupan yang layak. Kalau hidup yang layak, berarti juga pekerjaan yang layak. Kalau pekerjaan sudah layak, maka upahnya juga harus layak. Nah salah satu hal kenapa kita ngomong masih tidak layak, termasuk mengenai omnibus law, itu karena proses pembuatannya kita tidak dilibatkan dan sebagainya, sehingga timbul permasalahan. Dan hal-hal semacam ini yang mesti diperbaiki ke depan,” tuntasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Kelembagaan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jatim, Sugeng Lestari SH MH menandaskan, sejatinya kesejahteraan pekerja atau buruh tak hanya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Menurut dia, kesejahteraan buruh tak berpatok pada aturan pemerintah. Ada yang lebih penting daripada itu. Yakni, dilihat dari peraturan yang tertuang di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Adanya PKB sangat penting bagi pekerja maupun perusahaan. Sebab, menjadi pedoman kerja sama antara pekerja dan perusahaan, di mana PKB akan membantu kedua belah pihak menyelesaikan masalah atau perselisihan dalam kerja.
“Dalam peran serikat pekerja, PKB ini sangat penting. Yakni menjaga kesejahteraan pekerja, baik yang diatur ke dalam peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama. Aturan yang tertuang di dalamnya itu tidak downgrade dan tidak berkurang. Jadi harus dikawal dengan baik oleh serikat pekerja,” urainya.
Saiful juga mengungkapkan bahwa serikat pekerja punya fungsi penting bagi teman-teman pekerja. Pertama, memajukan perusahaan. Kedua menjaga kelangsungan berusaha. Dengan saling menjaga itu, otomatis menopang perusahaan agar tidak bankrut, melainkan membuat tetap eksis dan berkembang.
“Jika itu terjaga dengan baik, maka akan terjamin kelangsungan bekerja. Tidak akan ada PHK. Malah akan membuka kesempatan bekerja. Kami mendorong adanya sinergitas antara serikat pekerja dengan teman-teman perusahaan. Harus ada kolaborasi yang baik. Sebab, pada hakekatnya serikat pekerja dengan perusahaan itu bukan lawan melainkan mitra,” tuntas Sugeng.
Dengan bertambahnya serikat pekerja mandiri (SPM) di Hotel Bumi Surabaya ini, maka FSPM Indonesia memilik 3 SPM di sektor perhotelan, khususnya yang ada di Surabaya. Dua di antaranya yang lebih dulu ada yakni, SPM Hotel Shangri-La dan SPM Hotel Majapahit. Ke depan,FSPM Indonesia akan terus menambah jumlah serikat pekerja. Hal ini sebagai wujud menjaga kesejahteraan pekerja dan keluarga pekerja. (alf)