Surabaya, Thejatim.com — Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Surabaya mendesak perku dilakukannya evaluasi menyeluruh dan audit investigatif terhadap pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Hal ini menyusul indikasi bahwa Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 9 Tahun 2024 tentang APBD Tahun Anggaran 2025 tidak memenuhi alokasi minimal 20% untuk belanja fungsi pendidikan, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Kami rasa ini bukan kesalahan teknis, tapi mengarah pada pelanggaran konstitusi. Hak warga Surabaya atas pendidikan telah diabaikan, dan ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Ketua Aliansi BEM Surabaya, Aqyas Sholeh.
Untuk itu, pihaknya menyampaikan tiga tuntutan utama, sebagaimana berikut:
Pertama, Mengirimkan surat resmi kepada Komisi X DPR RI, agar mendorong Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan RI untuk segera melakukan evaluasi dan audit investigatif terhadap APBD Kota Surabaya selama lima tahun terakhir, serta memberikan sanksi administratif kepada Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi atas dugaan pelanggaran konstitusi. Hasil evaluasi dan audit diminta untuk dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat.
Kedua, Mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Perda APBD 2025, karena dianggap inkonstitusional dan melanggar prinsip keadilan anggaran, khususnya dalam hal pemenuhan hak atas pendidikan dasar yang layak.
Ketiga, Mendesak Kejaksaan RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki potensi penyalahgunaan wewenang dan anggaran dalam proses perencanaan dan pelaksanaan APBD Kota Surabaya, terutama dalam sektor pendidikan dan pelayanan publik lainnya.
Langkah ini dinilai sejalan dengan semangat Komisi X DPR RI yang saat ini tengah mendorong revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Aliansi BEM Surabaya menegaskan bahwa upaya reformasi pendidikan secara nasional tidak akan berarti tanpa komitmen nyata dari pemerintah daerah.
“Kota sebesar Surabaya seharusnya menjadi pelopor dalam pemenuhan hak-hak dasar warganya, bukan malah menjadi contoh buruk dalam tata kelola anggaran pendidikan,” tegas Aqyas.
Pihaknya mengaku akan terus melakukan konsolidasi dengan elemen mahasiswa, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan pegiat media. “Tujuannya tidak lain untuk mengawal proses hukum dan kebijakan ini secara terbuka,” pungkasnya.