Minggu, 26 Oktober 2025
Image Slider

Cak YeBe: Budaya Tepo Seliro Harus Dijaga Saat Bahas Aturan Tenda Hajatan

TheJatim.com – Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, mengingatkan Pemerintah Kota Surabaya agar tidak tergesa-gesa membuat aturan pembatasan tenda hajatan yang menutup jalan kampung. Ia menilai rencana tersebut harus mempertimbangkan kearifan lokal dan kebiasaan warga yang selama ini hidup dengan budaya saling memahami.

“Tidak perlu buru-buru menyikapi keluhan sebagian warga. Kalau betul-betul akan dilarang, Pemkot Surabaya harus memberikan solusi,” ujar Yona, Minggu (26/10/2025).

Politisi Gerindra yang akrab disapa Cak YeBe ini menilai, fenomena warga mendirikan tenda di jalan kampung untuk acara pernikahan, khitanan, syukuran keluarga, hingga duka cita, sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Surabaya. Menurutnya, kegiatan semacam ini berjalan dengan mekanisme sosial yang kuat di tingkat RT dan RW.

Baca Juga:  Pemkot Surabaya Gandeng PHRI Perkuat Pengawasan Aktivitas Menyimpang

“Mulai nikahan, khitan, kumpul keluarga besar atau kedukaan, selama ini warga sudah izin RT/RW dan tetangga kanan kiri. Semua memaklumi,” ujarnya.

Cak YeBe juga menilai tidak semua hajatan perlu izin berlapis hingga ke tingkat kepolisian. Ia mengusulkan agar Pemkot membuat klasifikasi tenda berdasarkan potensi gangguan terhadap kenyamanan dan keamanan pengguna jalan.

“Klasifikasikan dulu jenis hajatan yang berpotensi mengganggu. Jangan digeneralisir semua,” tegasnya.

Menurutnya, tenda dengan panjang maksimal 12 meter umumnya tidak menimbulkan dampak berarti. Namun, jika tenda melebihi 18 meter, barulah diperlukan mekanisme izin tambahan.

Baca Juga:  Tragedi Pengamen Tewas Kali Jagir Jadi Alarm Evaluasi Satpol

“Kalau tiga tenda ukuran empat meter, total 12 meter, itu tidak masalah. Tapi kalau sudah lebih dari 18 meter, baru perlu diatur,” jelasnya.

Cak YeBe menambahkan, tenda hajatan biasanya hanya terpasang singkat, sekitar H-2 hingga H+1. Untuk acara duka, pemasangan kadang lebih lama hingga H+7, namun masyarakat tetap memakluminya selama masih dalam batas wajar dan ada jalur alternatif bagi warga lain.

Ia menegaskan bahwa aturan sebaiknya tetap mengutamakan izin berjenjang sesuai skala acara. Untuk hajatan kecil cukup izin RT/RW dan konfirmasi ke kelurahan, sementara acara besar yang mengundang massa lebih luas bisa dilengkapi izin keramaian kepolisian.

Baca Juga:  DPRD Surabaya Skors Rapat, Kaget Usulan Utang Rp452 Miliar

“Tenda hajatan sehari saja seharusnya bisa dimaklumi. Budaya saling menghargai antartetangga di Surabaya itu tinggi,” katanya.

Cak YeBe menutup dengan pesan agar kebijakan publik tidak melukai rasa keadilan sosial masyarakat. Tidak semua warga mampu menyewa gedung atau hotel untuk hajatan, sehingga aturan baru sebaiknya tidak menyalahi jati diri kampung Surabaya yang dikenal rukun dan guyub.

“Fenomena tenda hajatan sudah jamak di kampung. Jangan disikapi berlebihan, yang penting saling memahami dan tepo sliro. Pemilik hajatan juga harus menghormati hak pengguna jalan,” pungkasnya.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Baca Juga
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT