TheJatim.com – Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi sorotan tajam kalangan mahasiswa. Dalam forum bertajuk “Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Janji, Realita, dan Harapan Bangsa” yang digelar Aliansi BEM Surabaya di sebuah kafe kawasan Mulyorejo, Senin (20/10/2025), ratusan mahasiswa menilai janji-janji besar pemerintahan belum sepenuhnya terwujud.
Koordinator Umum Aliansi BEM Surabaya, Nasrawi, menyebut forum tersebut bukan sekadar wadah kritik, melainkan ruang membaca arah bangsa. Ia menilai pemerintahan saat ini masih berada di level “sedang”, merujuk pada data IndoStrategi yang memberi skor 3,07 dari 5 untuk kinerja nasional.
“Artinya, pemerintah tidak gagal, tapi juga belum bisa dibanggakan. Ada kemajuan di pemberantasan korupsi dan program pendidikan, namun 19 juta lapangan kerja masih jauh dari realisasi. Program kesehatan gratis patut diapresiasi, tapi masalah HAM dan birokrasi masih jalan di tempat,” ujarnya.
Nasrawi juga mengutip pandangan beberapa lembaga seperti WALHI dan PWM Jatim yang menilai kabinet gemuk pemerintahan Prabowo–Gibran menjadi simbol politik transaksional.
“Food estate dan program makan bergizi gratis justru menciptakan masalah baru, dari pemborosan anggaran sampai keracunan massal. Ini alarm bahaya,” tegasnya.
Menurutnya, mahasiswa tak hanya ingin mencela, tapi mengingatkan agar kekuasaan tetap dalam kendali publik.
“Kritik mahasiswa bukan kebencian, tapi cinta pada republik ini. Cinta yang berani menegur, bukan membenarkan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni yang turut hadir menilai kritik mahasiswa adalah bagian dari dialektika demokrasi. Ia menegaskan bahwa arah pemerintahan Prabowo–Gibran masih sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
“Survei Poltracking menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Prabowo-Gibran mencapai 78 persen. Artinya, masyarakat melihat arah pembangunan sudah di jalur yang tepat,” jelasnya.
Fathoni menambahkan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Sekolah Rakyat adalah investasi jangka panjang bagi generasi muda. Ia mengakui masih ada kekurangan, seperti persoalan distribusi dan higienitas makanan, namun menilai langkah pemerintah sudah strategis.
“Negara kini hadir untuk memutus kesenjangan gizi antar anak, tanpa memandang status ekonomi orang tua. Ini investasi untuk SDM unggul menuju Indonesia Emas,” tambahnya.
Dari sisi akademik, Samsul Arifin, Direktur PUSAD UM Surabaya menyoroti aspek hukum dan pemberantasan korupsi. Menurutnya, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak era sebelumnya masih berlanjut hingga kini.
“Pelemahan KPK adalah dosa lama yang diulang. Ketika pegawai KPK dijadikan ASN, independensi lembaga itu ikut hilang,” tegas Dosen Fakultas Hukum UM Surabaya itu.
Sementara Andreas Pardede, aktivis 98, menilai pemerintahan Prabowo–Gibran gagal mengelola negara. Berdasarkan survei lembaga independen CELIOS, skor kinerja nasional disebut hanya 3 dari 10.
“Ekonomi lesu, PHK massal, janji lapangan kerja tak terealisasi, dan utang negara terus naik. Ini bukan sekadar kritik, tapi peringatan serius,” ujarnya.
Ia juga menilai program MBG belum efektif dan justru menambah beban fiskal. “Kalau terus begini, rakyat hanya jadi penonton dalam drama politik kekuasaan,” ujarnya.