Thejatim. Peran strategis Indonesia sangat ditunggu dalam upaya dunia mengatasi krisis iklim. Peran penting dan strategis diperlihatkan melalui berbagai kebijakan strategis, mulai dari kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), penyampaian berkala ambisi net zero pada 2060 sesuai submisi Updated Nationally Determined Contribution (NDC), hingga regulasi mekanisme perdagangan karbon di dalam negeri.
Salah satu langkah nyata untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), Kementerian ESDM melalui Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) mengadakan webinar bertajuk “Peningkatan Upaya Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Perdagangan Karbon Sektor Energi” pada Rabu, 7 Juni 2023 yang digelar secara virtual dan dihadiri lebih dari 490 peserta.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia ESDM Prahoro Yulijanto Nurtjahyo menyampaikan bahwa peserta pelatihan diharapkan mengetahui terminologi terkait perdagangan karbon, manfaat terkait teknologi dan masa depan energi terbarukan. Hal ini menunjukkan peran vital sektor energi terbarukan dalam upaya penanganan dan pengendalian emisi GRK di Indonesia dan tentu sebagai bagian dari proses upaya pengendalian perubahan iklim dalam skala global.
“Saya berharap webinar ini dapat memberikan manfaat mengenai masa depan 100% energi terbarukan, serta bagaimana langkah nyata berbagai pihak dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan melaksanakan perdagangan karbon di sektor energi,” kata Prahoro secara virtual.
Prahoro menjelaskan bahwa pelaksanaan Perdagangan karbon tersebut merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, lanjut Prahoro, di subsektor pembangkit tenaga listrik sendiri telah diatur pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
“Pada tahun 2023 ini akan dilaksanakan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatori. Perdagangan karbon ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada unit pembangkit PLTU batubara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW,” lanjut Prahoro.
Prahoro menambahkan, perdagangan karbon ini diharapkan dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 155 juta ton CO2e di tahun 2030. Melalui perdagangan karbon ini diharapkan dapat mengubah perilaku kita untuk lebih mengarah ke aktivitas ekonomi hijau yang lebih rendah karbon dan mempercepat pengembangan EBT.
Pada kesempatan yang sama, Programme Manager Institute for Natural Resources Energy and Environmental Management (IREEM) Unggung Widhiantoro membagikan informasi terkait bagaimana upaya mitigasi emisi gas rumah kaca melalui perdagangan karbon sektor energi. Energi terbarukan memiliki peran krusial dalam upaya menurunkan emisi karbon yang menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim menjadi ancaman global yang mempengaruhi kehidupan kita dan planet ini. Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan energi fosil sebagai sumber energi utama telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya. “Jadi pemanasan global itu nyata,” tambah Unggung.
Unggung juga menyampaikan Opsi Pembiayaan Mitigasi Perubahan Iklim Skema pasar karbon (Sistem perdagangan emisi, Kredit karbon), Skema non pasar (Pembayaran berbasis kinerja, Pajak karbon), dan komitmen pemerintah untuk mencapai target NDC dan NZE perlu mendapat dukungan oleh semua pihak.
“Sektor energi menghadapi tantangan berat dalam pencapaian target NDC dan NZE dan memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau, Perdagangan karbon merupakan alternatif pembiayaan yang diyakini mampu meningkatkan partisipasi aktif dari para pihak dalam upaya mitigasi emisi GRK, Penguatan infrastuktur perdagangan karbon domestik diharapkan mampu mengoptimalkan upaya mitigasi emisi GRK di sektor energi,” tutup Unggung. (RD-KML)