TheJatim.com – Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Salim Azhar, menyoroti sikap Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dinilai tidak transparan soal dana daerah sebesar Rp6,8 triliun yang mengendap di bank. Ia menilai, informasi soal dana itu justru baru diketahui publik setelah diumumkan oleh Menteri Keuangan.
“Terkuaknya dana itu malah ketika Menteri Keuangan mengumumkan ke publik. Seharusnya Pemprov Jatim sejak awal terbuka kepada DPRD mengenai kondisi keuangan daerah,” ujar Salim Azhar, Senin (27/10/2025).
Salim menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara eksekutif dan legislatif. DPRD, kata dia, memiliki peran penting dalam fungsi pengawasan agar setiap rupiah dari APBD benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.
“DPRD Jatim harus mengetahui setiap rupiah dari pengelolaannya demi memastikan bahwa uang yang dikelola benar-benar bermanfaat untuk masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menilai, meskipun dana itu didepositkan dan menghasilkan bunga, langkah tersebut tidak menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat.
“Kalau dana itu didepositkan memang ada bunga, tapi persoalannya bukan sekadar bunga. Yang dibutuhkan masyarakat adalah perputaran ekonomi agar tetap hidup dan produktif,” jelasnya.
Menurut Salim, pengelolaan dana yang tepat akan mendorong roda perekonomian daerah. Dengan ekonomi yang bergerak, kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
“Kalau ekonomi berjalan lancar, kesejahteraan masyarakat juga ikut naik. Itu tujuan utama dari pengelolaan APBD yang baik,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, menjelaskan bahwa data dana mengendap sebesar Rp6,8 triliun tidak sepenuhnya benar. Ia menyebut, per 22 Oktober 2025, dana APBD Jatim yang tersimpan di bank tercatat sebesar Rp6,2 triliun, terdiri atas Rp4,6 triliun Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun 2024 dan Rp1,6 triliun dari APBD 2025.
“Kalau mau digunakan harus selesai dulu Perda Perubahan APBD-nya. Setelah Perda selesai juga masih harus dievaluasi Kemendagri. Biasanya, dana baru bisa digunakan pada triwulan keempat,” terang Adhy.
Ia menambahkan, perbedaan sistem antara APBD dan APBN kerap menimbulkan persepsi bahwa dana daerah mengendap di bank.
“Jadi persoalannya itu karena perbedaan sistem perencanaan anggaran antara APBD dan APBN,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Adhy mengungkapkan dana Silpa tahun 2024 disimpan dalam bentuk deposito sebesar Rp3,6 triliun di Bank Jatim. Langkah itu, kata dia, dilakukan agar dana tetap produktif dan membantu likuiditas bank milik daerah.
“Aturan membolehkan dana Pemda disimpan dalam bentuk deposito. Bunga deposito itu juga bisa dimanfaatkan untuk menambah belanja daerah,” jelasnya.



