Selasa, 15 Juli 2025
Image Slider

DPRD Soroti Rencana 100 SMPN Dalam RPJPD Surabaya

TheJatim.com – Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Abdul Ghoni Mukhlas Ni’am, mengingatkan Pemerintah Kota (Pemkot) agar tidak hanya berambisi membangun 100 Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), tanpa mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya warga, khususnya di wilayah pesisir dan kawasan padat penduduk.

Menurut Ghoni, keberpihakan anggaran pendidikan perlu dikaji secara lebih dalam dan berbasis realitas lapangan. Ia mencontohkan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di kawasan pesisir utara dan timur Surabaya.

ADVERTISIMENT

“Saya baru dapat data, warga yang ikut kejar paket hampir seratusan. Nelayan di Surabaya Utara itu 345 orang, sebagian besar cuma lulusan SD, bahkan ada yang nggak lulus,” ujarnya, Rabu (2/7/2025).

Baca Juga:  Anwar Sadad dan Gerakan Intelektual Transformatif: Mengurai Politik Islam di Jawa Timur dengan Gelar Doktor

Ghoni menilai, rendahnya partisipasi pendidikan formal di wilayah tersebut juga berdampak pada efektivitas program-program pemerintah yang seringkali tidak menyentuh akar persoalan. Ia menyinggung proyek Sentra Ikan Bulak (SIB) yang pernah dibangun di era Wali Kota Surabaya, Bambang DH sebagai contoh konkret.

“Waktu itu kerja sama dengan Carrefour, tapi gagal. Kenapa? Karena pendekatannya tidak memperhatikan budaya lokal. Nelayan kita terbiasa menjemur ikan, sementara sistem pengolahan yang ditawarkan mengharuskan ikan dicuci dulu pakai mesin. Ini bukan soal teknologi, tapi soal pemahaman sosial,” ungkap alumni aktivis PMII itu.

Ia juga menyoroti ketimpangan jumlah sekolah negeri di Surabaya. Berdasarkan datanya, jumlah SD negeri mencapai 282 sekolah, sedangkan SMP negeri hanya 63. Di kecamatan Tambaksari misalnya, jumlah SMPN dinilai belum sebanding dengan jumlah penduduk.

Baca Juga:  Partai Gerindra Dorong Pemkot Surabaya Wujudkan 1 RW 1 Balai RW

“Kalau kita bicara target 100 SMPN, ya silakan saja. Tapi datanya harus lengkap. Saya tanya soal kajian penambahan itu, sampai sekarang belum dikasih. Ini musim pendaftaran, telepon dari warga soal sekolah nggak berhenti,” kata politisi asal Fraksi PDI Perjuangan itu.

Ghoni menambahkan, perhatian Pemkot juga perlu diarahkan pada potensi meningkatnya angka putus sekolah di jenjang SMA dan SMK, terutama karena pengelolaannya berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Menurutnya, warga kesulitan mengakses pendidikan menengah negeri karena terbatasnya kuota dan besarnya biaya masuk sekolah swasta.

Baca Juga:  GMNI Sebut Premanisme Dilegalkan Lewat Kebijakan Parkir dan UMKM Justru Jadi Korban

“Sekarang provinsi kelihatan makin acuh. Laporan masuk ke saya, banyak siswa susah masuk SMA/SMK negeri, akhirnya berhenti sekolah. Ini kan gawat. Surabaya harus hadir, entah lewat program SKB, PMDM, atau solusi lain yang bisa menutup celah itu,” tegasnya.

Ghoni juga menyoroti soal nomenklatur dalam pembahasan Perda APBD 2025 yang menurutnya berpotensi menyimpang dari prinsip mandatori spending. Ia berharap penyusunan anggaran tetap mengacu pada aturan yang benar dan berpihak pada masyarakat, bukan sekadar formalitas.

“Jangan sampai opini di luar sana bilang Surabaya cuma lips service soal pendidikan. Kita harus buktikan, bukan hanya lewat angka IPM tinggi, tapi lewat pemerataan akses yang nyata di lapangan,” pungkasnya.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Populer
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terkait
ADVERTISEMENT