TheJatim.com – Anggota Komisi A Bidang Pemerintahan dan Kesra DPRD Kota Surabaya, Muhammad Saifuddin, menyampaikan apresiasi atas lahirnya Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 29 Tahun 2025 tentang Pencegahan, Pelaporan, dan Pengendalian Gratifikasi.
Namun, menurut politisi Partai Demokrat tersebut, perwali itu tidak boleh berhenti pada sosialisasi yang sekadar mengandalkan poster, spanduk, atau media informasi biasa. Ia menekankan perlunya langkah konkret agar aturan tersebut benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat.
“Pertama, perwali ini harus disosialisasikan secara terstruktur dan masif. Terstruktur artinya perlu dibentuk satgas khusus yang menerima laporan warga. Satgas ini idealnya diisi oleh pihak independen, bukan hanya unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD),” kata Bang Udin sapaan lekatnya, Rabu (3/9/2025).
Ia menambahkan, keberadaan Komisi Penyuluh Anti Korupsi (PAKSI) memang sudah ada, namun hanya fokus pada penyuluhan. “Tidak ada tindakan riil. Karena itu, Pemkot perlu melibatkan influencer Surabaya yang punya daya tarik agar pesan ini benar-benar sampai ke masyarakat,” tegasnya.
Selain itu, alumni PMII itu juga mendorong adanya inovasi teknologi. “Kedua, segera dibuat aplikasi khusus untuk pelaporan. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih mudah melaporkan temuan terkait pungutan liar, gratifikasi, dan praktik KKN,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, Komisi A DPRD Kota Surabaya juga memastikan akan terus mengawal implementasi Perwali Nomor 29 Tahun 2025 tersebut. Evaluasi akan dilakukan secara berkala setiap triwulan.
“Tujuannya jelas, agar perwali ini tidak hanya normatif, tetapi benar-benar substantif dalam memberantas pungli dan gratifikasi di Surabaya,” pungkas Saifuddin.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa peraturan ini menjadi pedoman bagi seluruh pegawai untuk tidak hanya melaporkan, tetapi juga menolak gratifikasi. Untuk memperkuat kampanye ini, Pemkot Surabaya memasang media sosialisasi berupa banner, poster, dan flyer di berbagai titik pelayanan publik seperti kantor kelurahan, kecamatan, rumah sakit, sekolah, hingga Mall Pelayanan Publik (MPP) Siola.
Pemasangan ini bertujuan menegaskan kepada masyarakat bahwa segala bentuk pemberian terkait jabatan, baik uang, barang, atau fasilitas, termasuk gratifikasi yang wajib ditolak atau dilaporkan.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa tidak ada biaya tambahan untuk layanan publik di Surabaya, kecuali yang sudah ditetapkan resmi. Masyarakat juga tidak diwajibkan memberikan hadiah atau imbalan kepada pegawai. Melalui pemasangan banner, flyer, dan poster, pesan ini diharapkan dapat diterima dengan baik oleh seluruh masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Inspektur Kota Surabaya, Ikhsan, menjelaskan bahwa Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai upaya pencegahan korupsi, salah satunya melalui pencegahan, pelaporan, dan pengendalian gratifikasi.
“Kami sudah melakukan pencegahan gratifikasi melalui berbagai cara, misalnya dengan membentuk Komisi Penyuluh Anti Korupsi (PAKSI) pada akhir 2024 lalu. Tujuan PAKSI adalah menggelorakan semangat anti korupsi di birokrasi dan masyarakat melalui edukasi yang sistematis,” jelas Ikhsan.