JAKARTA – Thejatim – Pemerintah menyadari pentingnya transparansi dan akuntabilitas data Covid-19. Namun tantangan terbesar dalam pengumpulan data ini adalah ego sektoral. “Maka pemerintah fokus pada pembahasan masalah bukan lagi perdebatan akademik,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat menerima audiensi Organisasi Masyarakat Sipil (civil society organization/CSO) terkait transparansi data Covid-19 secara dari dari Situation Room Gedung Bina Graha Jakarta, Jumat (25/6).
Meski begitu, Presiden Joko Widodo tidak tinggal diam. Misalnya soal beberapa temuan di level teknis mengenai serapan anggaran dan keterlambatan pengadaan. Moeldoko mengatakan, sejak awal Presiden selalu mengingatkan kementerian dan lembaga agar saluran informasi dilakukan dengan cepat.
Intinya, kata Moeldoko, tindaklanjut berbagai tantangan itu perlu koordinasi. Untuk itu, segala arahan atau masukan yang perlu mendapatkan arahan dari Presiden maka akan langsung disampaikan ke Presiden. “Kondisi seperti ini, kita perlu mendapatkan masukan dari segala pihak,” imbuh Moeldoko.
Pada kesempatan yang sama, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan menambahkan, koordinasi juga dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Khususnya untuk mengupdate data, mulai dari penyerapan anggaran, bed occupancy ratio (BOR) rumah sakit, hingga penerapan protokol kesehatan.
Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko menggarisbawahi penyerapan anggaran Covid-19 yang masih rendah. Dia pun meminta adanya transparansi dan data yang lebih terbuka.
Sementara itu, Kolaborator Saintis Laporcovid-19, Iqbal Elyazar berharap Dinas Kesehatan daerah menyampaikan perkembangan terkini, mengikuti yang ada di Jakarta. Dia menyontohkan, data kasus di Jawa Tengah tidak dilengkapi dengan data testing dan tracing. “Harapan kami agar ada dan ditampilkan jumlah testing harian dan persentase kasus per kabupaten/kota,” tutur Iqbal.
Adapun Sekjen Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (FITRA), Misbah Hasan menyampaikan beberapa temuannya. Mulai dari informasi tentang Covid-19 yang tidak mendalam, komitmen program yang tidak diimbangi dengan akselerasi penyelenggaraan, hingga realisasi pengadaan barang yang masih minim laporannya.