Thejatim.com – Hingga akhir September 2025, kinerja APBN Indonesia menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Tekanan utama datang dari sisi penerimaan negara yang menurun dibanding periode yang sama tahun 2024, sementara belanja negara relatif terkendali. Kondisi ini membuat defisit fiskal kembali melebar, meski masih dalam batas aman dan terkendali.
Penerimaan Negara Tertekan di Tengah Perlambatan Ekonomi
Berdasarkan data realisasi APBN sampai 30 September 2025 dalam acara Siaran Langsung Konferensi Pers APBN Kita Edisi Oktober 2025 total pendapatan negara tercatat sebesar Rp1.863,3 triliun atau 65% dari outlook tahun berjalan. Angka ini turun 7,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2024, hal ini menandakan tekanan pada sisi penerimaan yang bisa disebabkan karena melambatnya aktivitas ekonomi nasional maupun global.
Penurunan terutama terjadi pada penerimaan perpajakan, yang hanya mencapai Rp1.516,6 triliun atau 63,5% dari outlook dan turun 2,9% secara tahunan.
Lebih spesifik, faktor dominan adalah karena penerimaan pajak mengalami kontraksi 4,4%, hal tersebut dipengaruhi oleh perlambatan konsumsi, ekspor, dan kinerja korporasi. meski hal lain juga turut mempengaruhi seperti terjadinya ketidakpastian ekonomi global.
Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai justru tumbuh 7,1%, didorong peningkatan aktivitas ekspor dan penyesuaian kebijakan tarif serta cukai hasil tembakau.
Di sisi lain, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun cukup tajam, yaitu 19,8%, akibat melemahnya pendapatan dari sektor sumber daya alam, terutama migas dan pertambangan, seiring turunnya harga komoditas global.
Belanja Negara Terkendali, Fokus pada Program Prioritas
Sisi belanja negara menunjukkan realisasi sebesar Rp2.234,8 triliun atau 63,4% dari outlook 2025, sedikit menurun 0,8% dibandingkan tahun lalu.
Belanja pemerintah pusat mencapai Rp1.589,9 triliun atau 59,7% dari outlook 2025, turun sekitar 1,6% dibanding realiasi tahun sebelumnya, hal ini menandakan adanya pengendalian belanja di tengah ruang fiskal yang semakin sempit.
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) relatif stabil atau turun hanya sekitar 0,3%, sementara belanja non-K/L turun cukup tajam 2,9%.
Transfer ke daerah justru tumbuh positif 1,5%, mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga ketahanan fiskal daerah serta mempercepat penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Desa.
Kendali belanja ini menunjukkan upaya pemerintah menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan penyelenggaraan program prioritas nasional.
Defisit Melebar, Tapi Masih dalam Koridor Aman
Dengan realisasi penerimaan yang lebih rendah dan belanja yang relatif stabil, defisit APBN hingga akhir September 2025 tercatat sebesar Rp371,5 triliun, setara 1,56% terhadap PDB. Defisit ini meningkat dari Rp243,2 triliun (1,10% PDB) pada periode yang sama tahun 2024.
Untuk menutup pelebaran defisit, pembiayaan anggaran mencapai Rp458 triliun atau naik 31,7% dibandingkan tahun lalu. Meskipun meningkat, level pembiayaan ini masih dalam koridor keberlanjutan fiskal yang aman.
Fiskal Tetap Terjaga dan Adaptif, Di Tengah Arus Penerimaan Tertekan
Secara keseluruhan, APBN September 2025 tetap berperan sebagai instrumen stabilisasi ekonomi, menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan di tengah ketidakpastian global. Namun, tantangan terbesar ke depan adalah pelemahan penerimaan pajak dan PNBP, yang mencerminkan tekanan struktural pada basis penerimaan negara.