TheJatim.com – Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, meminta Polrestabes Surabaya menangguhkan penahanan para tersangka kasus praktik LGBT yang terjaring razia, terutama yang dinyatakan positif HIV. Ia menilai pencampuran tahanan positif dan negatif HIV dalam satu sel sangat berisiko dan tidak manusiawi.
Permintaan itu disampaikan Imam saat ditemui di Gedung DPRD Surabaya, Selasa (18/11/2025). Ia mengatakan menerima laporan dari keluarga para tersangka yang kini telah berstatus tahanan. Hasil tes menunjukkan beberapa di antaranya positif HIV, sementara lainnya negatif, namun semuanya ditempatkan dalam satu ruangan.
Imam menilai kondisi tersebut berbahaya dari sisi kesehatan dan melanggar prinsip pemisahan tahanan. Ia mengingatkan bahwa risiko penularan HIV di ruang tertutup sangat tinggi dan dapat menimbulkan dampak jangka panjang.
Menurutnya, aturan pemisahan tahanan sudah jelas, termasuk berdasarkan usia dan jenis kelamin. Namun, dalam kasus tersangka positif HIV, kebijakan pemisahan tidak dilakukan. Imam menyebut hal ini sebagai pelanggaran serius yang seharusnya tidak terjadi.
Ia menegaskan bahwa penahanan sebaiknya ditangguhkan sementara proses hukum tetap berjalan. Para tersangka, kata dia, bukan pelaku kejahatan berat dan dinilai tidak berpotensi menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.
“Lebih aman kalau kembali ke keluarga dulu sampai ada putusan hukum tetap. Untuk yang positif bisa diarahkan ke panti rehabilitasi, sementara yang negatif bisa diproses sesuai ketentuan,” ujarnya.
Imam juga menyoroti risiko “vonis ganda” yang bisa dialami para tersangka jika tetap dicampur dalam sel yang sama. Selain menjalani proses hukum, mereka bisa terpapar penyakit menular yang berakibat fatal.
Ia mengingatkan bahwa jika nantinya pengadilan memutuskan pasal dakwaan tidak terbukti, kerusakan kesehatan akibat HIV tidak bisa dipulihkan. Karena itu, kebijakan pencampuran tahanan harus dihentikan.
Dalam kesempatan itu, Imam mengungkap fakta bahwa Surabaya belum memiliki shelter khusus untuk penderita HIV, meski angka penyebaran di kota besar tersebut masih tinggi dan bahkan mulai ditemukan pada usia remaja.
Menurutnya, NGO yang selama ini turun langsung mendampingi penderita HIV juga mengalami kendala pendanaan setelah bantuan internasional dihentikan. Akibatnya, kebutuhan fasilitas seperti shelter tidak dapat dipenuhi.
Ia menegaskan bahwa ruang tahanan saat ini berisi berbagai jenis pelaku kejahatan, mulai penipuan hingga tawuran. Pencampuran tahanan dengan kondisi kesehatan berbeda, apalagi penyakit menular, dinilai sangat berbahaya.
Imam menyebut data NGO menunjukkan peningkatan kasus HIV pada remaja dalam setahun terakhir. Ia juga menyinggung kasus 15 siswa SMP yang dinyatakan positif narkoba, yang menurutnya menjadi pintu masuk peningkatan risiko penularan HIV.
Dengan kemampuan anggaran Surabaya, ia menilai pencegahan semestinya bisa dilakukan lebih serius dan sistematis. Ia menutup pernyataannya dengan mendesak polisi dan Pemkot Surabaya segera menyediakan tempat penahanan khusus berbasis kesehatan.
“Ini sudah terlalu lama ditunda. Surabaya harus segera punya shelter khusus HIV,” tegasnya.



