Jumat, 7 November 2025
Image Slider

Pakar Hukum Untag Sebut Putusan MKD Soal Adies Kadir Proporsional

TheJatim.com – Pengamat hukum politik dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Sultoni Fikri, menilai putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir, sudah tepat dan proporsional.

Menurutnya, pernyataan Adies yang sempat menimbulkan perdebatan publik merupakan bentuk slip of the tongue atau kekeliruan berbicara yang bersifat spontan, tanpa unsur kesengajaan.

“Yang terjadi pada Bapak Adies Kadir jelas dapat dikategorikan sebagai slip of the tongue, bukan pelanggaran etik. Kekeliruan itu spontan dan tidak dimaksudkan untuk menyinggung atau merendahkan pihak lain,” ujar Sultoni di Surabaya, Rabu (5/11/2025).

Ia menjelaskan, sesuai Pasal 20 ayat (2) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, pelanggaran etik baru bisa dinilai jika mengandung unsur pelanggaran hukum, pelanggaran tata tertib, atau tindakan yang secara substansial menurunkan martabat lembaga.

Baca Juga:  Komisi C DPRD Jatim Desak Evaluasi BUMD PT Kasa Husada Wira Jatim

Karena pernyataan Adies telah diklarifikasi secara terbuka dan tidak menimbulkan akibat hukum, Sultoni menegaskan hal itu tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik.

“Pernyataan beliau lebih tepat dipahami sebagai kekeliruan yang sudah terkoreksi secara etis dan komunikatif,” lanjut peneliti di Nusantara Center for Social Research tersebut.

Sultoni juga mengapresiasi langkah cepat Adies Kadir yang langsung menyampaikan klarifikasi keesokan harinya. Menurutnya, sikap itu menunjukkan tanggung jawab moral dan kedewasaan etik sebagai pejabat publik.

Baca Juga:  Gus se-Jawa Timur Istiqamah Dukung Prabowo di Pilpres 2024

“Respons cepat terhadap kesalahan komunikatif menunjukkan adanya kesadaran moral dan tanggung jawab institusional. Itu sejalan dengan prinsip responsible speech dalam demokrasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menilai MKD telah memeriksa kasus tersebut secara objektif dan menemukan tidak ada unsur pelanggaran substansial, baik dalam konteks UU MD3 maupun Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015.

Sultoni menilai, polemik di masyarakat lebih disebabkan oleh penyebaran potongan video tanpa konteks penuh di media sosial.

“Yang dinilai dalam pelanggaran etik adalah niat dan akibat hukum. Karena MKD telah memutuskan tidak bersalah, maka persoalan ini selesai secara hukum dan etik,” tegasnya.

Baca Juga:  Besok Dilantik di Grahadi, Kepala-Wakil Kepala Daerah Terpilih Pilkada 2020 Dilarang Bawa Massa

Ia menambahkan, MKD telah menggunakan pendekatan edukatif dan proporsional dalam menyelesaikan perkara tersebut. Pendekatan ini dinilai penting agar penegakan etik tidak berubah menjadi alat politik atau pembunuhan karakter.

“Keputusan MKD yang menyatakan Adies Kadir tidak bersalah adalah penerapan prinsip fair trial dalam ranah etik parlemen,” jelasnya.

Di akhir pandangan, Sultoni menegaskan bahwa klarifikasi cepat Adies Kadir bisa menjadi contoh budaya akuntabilitas di kalangan pejabat publik.

“Beliau telah menunjukkan bahwa pejabat publik yang berani mengakui dan memperbaiki kekeliruan adalah pejabat yang memahami makna akuntabilitas. Itu contoh bahwa tanggung jawab moral adalah fondasi utama etika pejabat negara,” pungkasnya.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Baca Juga
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT