TheJatim.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya secara resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Langkah ini ditetapkan melalui Keputusan Wali Kota Surabaya Nomor 100.3.3.3/195/436.1.2/2025, yang ditandatangani pada 20 Agustus 2025.
Pembentukan Satgas MBG merupakan bagian dari upaya Pemkot Surabaya mendukung visi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menuju Indonesia Emas 2045. Program ini berfokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas melalui pemenuhan gizi nasional.
Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menyampaikan bahwa keberadaan Satgas sangat penting untuk menjamin keberlangsungan program. Menurutnya, Pemkot Surabaya sudah berada di jalur yang tepat, namun harus menekankan pada standar yang ketat bagi vendor penyedia makanan.
“Vendor MBG mestinya wajib memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi. Program ini juga harus didukung oleh penyedia katering profesional dan berpengalaman. Jangan sampai ada pelanggaran SOP yang berpotensi merugikan siswa penerima manfaat,” tegas Yona.
Lebih lanjut, Wakil Ketua DPC Partai Gerindra Surabaya itu menekankan pentingnya peran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan tim Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) di lapangan.
Keduanya, kata Yona, tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, tetapi juga sebagai penggerak utama agar distribusi makanan bergizi aman, tepat waktu, sekaligus memberikan edukasi gizi kepada masyarakat.
“SPPI itu harus punya integritas dan independensi yang kuat. Mereka adalah mata dan telinga pemerintah di garis depan, memastikan distribusi berjalan sesuai SOP, sekaligus menjadi pengawas dan edukator,” tambahnya.
Yona juga mengingatkan agar Pemkot Surabaya mengambil pelajaran dari kasus dugaan keracunan siswa di sejumlah daerah lain. Menurutnya, keterlibatan berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan melalui puskesmas, hingga tim psikologi dari akademisi atau dinas terkait, bisa menjadi penguatan program agar lebih terukur dan terpantau.
Sebagai gambaran, Yona mengungkapkan pernah melakukan uji coba pribadi di SDN Kedurus 1 Surabaya. Selama sebulan penuh ia mendanai distribusi makanan bergizi untuk 330 siswa dengan melibatkan tenaga medis dan tim psikologi akademisi.
“Kalau Pemkot ingin program ini berjalan baik, perlu ada monitoring berkala, minimal seminggu sekali dengan jadwal acak. Tujuannya jelas, untuk mengevaluasi progres kesehatan maupun perkembangan psikologi anak-anak di sekolah penerima manfaat,” ucapnya.
Ia menegaskan, dugaan keracunan siswa dalam program serupa di daerah lain bisa disebabkan banyak faktor. Namun yang utama adalah lemahnya pengawasan.
“Sistem pengawasan itu harus jadi tanggung jawab penuh tim SPPI. Kalau ini ditegakkan, saya optimis program MBG di Surabaya bisa berjalan sesuai harapan masyarakat dan Presiden,” pungkasnya.