Kamis, 13 November 2025
Image Slider

Pendapatan Daerah Jawa Timur Turun Rp2,8 Triliun di APBD 2026

TheJatim.com — Pendapatan daerah Jawa Timur pada Rancangan APBD 2026 diproyeksikan sebesar Rp26,3 triliun, atau turun signifikan sekitar Rp2,8 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan itu terutama disebabkan oleh pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat.

Meski demikian, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur menegaskan bahwa target pembangunan tetap harus tercapai sesuai RPJMD 2025–2029 dan RKPD 2026. Hal itu disampaikan juru bicara Banggar, Erick Komala dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dalam Sidang Paripurna DPRD Jatim, Rabu (12/11/2025), yang turut dihadiri Sekda Provinsi Jatim, Adhy Karyono.

Banggar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyepakati adanya kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp215 miliar setelah pembahasan, dengan rincian pajak daerah naik Rp171 miliar, retribusi Rp26,7 miliar, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat Rp17,3 miliar.

Total PAD tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp17,45 triliun atau 66 persen dari total pendapatan daerah. Dari jumlah itu, 76 persen disumbang oleh pajak daerah, menjadikan Jawa Timur sebagai salah satu provinsi dengan karakter fiskal terkuat di Indonesia.

Baca Juga:  Melambat: APBD Jatim 2024 Naik 4,7%

Namun Erick mengingatkan, pertumbuhan PAD yang hanya naik 2 persen masih di bawah level moderat 5 persen. Karena itu, diperlukan kebijakan reformatif, terutama dalam pengelolaan aset dan kekayaan daerah yang dipisahkan di BUMD.

“Kita perlu mengubah pendekatan pengelolaan PAD, bukan hanya mengejar pajak, tapi memperbaiki aset dan BUMD agar lebih produktif,” ujar anggota Komisi A itu.

Dalam laporan Banggar, TKD Provinsi Jawa Timur tahun 2026 turun 24 persen dibandingkan alokasi tahun 2025, setara dengan Rp2,8 triliun. Penurunan ini terutama terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Erick menilai kondisi ini sebagai sinyal serius bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan strategi fiskal. “Konsolidasi fiskal dari pusat menuntut kita lebih efisien dan berani berinovasi. Banggar berharap TAPD mampu mengantisipasi dampaknya pada pelayanan publik dan program prioritas,” jelasnya.

Banggar juga mendukung langkah Gubernur Jawa Timur untuk memperjuangkan kenaikan DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) dari 3 persen menjadi 5 persen, karena kontribusi Jatim terhadap penerimaan cukai nasional sangat besar, mencapai Rp114,72 triliun sejak 2018.

Baca Juga:  Cahyo Harjo: Jadikan Hari Pahlawan Inspirasi Perjuangan Modern

Dalam laporan yang dibacakan di hadapan anggota dewan, Banggar memberikan tiga rekomendasi utama. Pertama, optimalisasi digitalisasi pajak melalui pembaruan data wajib pajak dan sistem pengawasan berbasis teknologi. Kedua, penguatan pengelolaan aset daerah oleh BPKAD, termasuk inventarisasi dan pemanfaatan aset idle melalui kerja sama terbuka dengan pihak ketiga.

Ketiga, revitalisasi BUMD agar lebih efisien dan menghasilkan dividen lebih besar. Langkah konkret yang direkomendasikan antara lain renegosiasi kontrak kerja sama strategis, evaluasi anak perusahaan BUMD yang tidak produktif, dan optimalisasi aset PT PWU serta PT PJU agar lebih kompetitif.

“BUMD jangan hanya jadi beban keuangan. Mereka harus jadi motor ekonomi daerah,” tegas Erick.

Sementara itu, belanja daerah tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp27,21 triliun, terdiri atas belanja operasi Rp20,42 triliun, belanja modal Rp1,47 triliun, belanja tidak terduga Rp160 miliar, dan belanja transfer Rp5,15 triliun.
Dengan komposisi itu, APBD 2026 diperkirakan mengalami defisit Rp916,7 miliar, yang akan ditutup dengan pembiayaan netto dari perkiraan SiLPA 2025 sebesar Rp925 miliar.

Baca Juga:  Komisi C DPRD Jatim Desak Evaluasi BUMD PT Kasa Husada Wira Jatim

Banggar mengingatkan agar tren belanja operasi yang mencapai 75 persen dari total belanja tidak memperlebar inefisiensi struktural. Sebaliknya, belanja modal yang justru turun hampir 50 persen harus diarahkan pada proyek prioritas seperti perbaikan jalan, irigasi, pelabuhan, pasar, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan di daerah tapal kuda, Madura, dan Mataraman.

Banggar juga menyoroti posisi SiLPA 2025 yang sempat mencapai Rp7,28 triliun di pertengahan tahun, menandakan masih adanya ketidakseimbangan antara penerimaan dan realisasi belanja. Erick menilai, kondisi itu harus dijadikan momentum untuk menata ulang manajemen kas dan disiplin penyerapan anggaran.

“Ke depan, SiLPA jangan dijadikan sandaran untuk menutup defisit, tapi indikator efisiensi dan efektivitas pelaksanaan APBD,” ujarnya.

Banggar merekomendasikan agar TAPD memperkuat sistem e-Monev untuk memantau progres fisik dan keuangan proyek, memperbaiki koordinasi antar-OPD, serta memastikan realisasi kegiatan tepat waktu dan tepat mutu.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Baca Juga
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT