TheJatim.com – Tewasnya seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, dalam insiden pembubaran massa di Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 28 Agustus 2025 kembali memantik sorotan tajam terhadap kinerja aparat kepolisian. PKC PMII Jawa Timur mengecam keras tindakan represif aparat yang dinilai brutal dan jauh dari prinsip humanis.
Ketua Mandataris PKC PMII Jawa Timur, Mohammad Ivan Akiedo Zawa, menegaskan bahwa insiden tersebut menjadi alarm keras untuk segera mereformasi Polri. “Darah rakyat tidak boleh tumpah sia-sia akibat kebrutalan aparat negara,” ujarnya, kepada The Jatim, Jum’at (29/8/2025).
PMII Jatim menilai, tragedi Affan Kurniawan hanyalah satu dari sekian panjang catatan pelanggaran aparat terhadap hak sipil. Data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat dalam setahun terakhir terjadi 411 kasus penembakan, 42 pembubaran paksa aksi unjuk rasa, hingga lebih dari seribu warga sipil menjadi korban pelanggaran hak.
“Tema Hari Bhayangkara lalu, Polri untuk Masyarakat, terasa makin ironis. Kenyataannya, aparat justru masih menampilkan wajah represif,” lanjut Edo, sapaan akrabnya.
Dalam tuntutannya, PKC PMII Jawa Timur meminta semua oknum polisi yang terlibat dalam insiden tewasnya Affan diadili secara transparan dan tidak berhenti pada sanksi etik. Negara juga diminta memberi perlindungan serta kompensasi bagi keluarga korban.
Selain itu, PMII menuntut moratorium penggunaan kendaraan taktis dalam pembubaran massa hingga prosedur standar sesuai HAM internasional diberlakukan.
Lebih jauh, PMII mendorong reformasi total institusi Polri untuk menghapus budaya permisif terhadap kekerasan. Menurutnya, pola represif aparat masih diwarisi dari Orde Baru, ditambah pengawasan yang lemah terhadap kewenangan polisi.
Sebagai langkah lanjutan, PKC PMII Jatim akan mengawal proses hukum kasus Affan, membuka ruang diskusi publik, serta menggalang solidaritas masyarakat sipil dan aktivis agar keadilan benar-benar ditegakkan.
“Setiap darah yang tumpah adalah bukti kegagalan Polri menjaga amanah rakyat. Tanpa reformasi total, tragedi serupa hanya tinggal menunggu waktu,” tegas Edo.