Surabaya – Tunjungan Romansa, yang dilaksanakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, di Jl. Tunjungan, mendapatkan kesan dari Ketua Komunitas Sejarah.
Ady Setyawan, Ketua Roode Brug Soerabaia mengatakan, Jl. Tunjungan sudah bagus dan gebyar seperti saat ini. Tetapi yang ia lihat adalah Pemkot Surabaya hanya membuat tunjungan, berdasarkan apa yang menurutnya baik.
“Tetapi mereka tidak memikirkan sudut pandang orang asing ketika melihat ini seperti apa,” ujarnya, usai FGD Srawung Budaya, di Hotel Majapahit, Rabu (15/12/2021).
Ia mencontohkan, saat ia berkunjung di Jepang, disana pinggir jalan, tiap 50 meter ada papan setinggi 1 meteran berisikan sejarahnya tempat dibelakangnya.
“Jadi, kalau ada seperti itu, kita bisa diberikan gambaran, orang bisa kebawa suasana Tunjungan pada tahun itu seperti apa gambarannya, wong iso mbayangno (orang bisa membayangkan, red),” katanya.
Kemudian, ia menjelaskan yang terjadi di Jl. Tunjangan, dengan membayangkan wisatawan luar negeri berkunjung. Dan hanya mendapati pasar malam biasa, serta disuguhi gedung-gedung tua tanpa cerita.
“Gedung tua mereka jauh lebih baik, tapi justru potensi kita, kisah sebagai Kota Pahlawan identitasnya, sama sekali tidak dimunculkan. Padahal itu yang menjadi pembeda Kota Surabaya, eman kan? (sayang kan?, red),” ketusnya.
Ia menilai, konsep Tunjungan Romansa bertentangan dengan unsur bangunan di sekitarnya. Sehingga, ia menyarankan Pemkot Surabaya harus fokus mengangkat sejarah heritage.
“Ya harusnya di fokuskan kesitu (heritage, red). Jadi orang ndak dapat feel-nya, ndak jelas, ini ambience-nya (suasananya, red) mau dibawa kemana,” pungkasnya
Di sisi lain, AH. Thony, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya mengatakan, bahwa Walikota Surabaya membuat program Tunjungan Romansa untuk membangkitkan ekonomi, memang ambigu.
Ia menyatakan, jika kawasan pembangkitan ekonomi, sebetulnya bukan tunjungan tempatnya. Lebih tepatnya, jika Pemkot Surabaya ingin membangkitkan perekonomian masyarakat, seharusnya di pasar.
“Ya di pasar-pasar itu tempatnya, atau sektor-sektor bisnis. Sektor bisnis itu harus digarap, seperti pasar yang tutup, bagaimana caranya harus di fungsikan, itu untuk pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Menurutnya, konsep pemulihan ekonomi dalam menghidupkan Pasar Tunjungan dan Pasar Blauran, bisa dilakukan dengan memfasilitasi pelaku usaha berjualan eceran, makanan dan sebagainya di pinggir Jl. Tunjungan.
Lanjutnya, kemudian ketika ada seseorang ingin belanja secara partai atau tengkulak bisa masuk ke Pasar Tunjungan dan Pasar Blauran.
“Artinya, saya katakan, konsep Surabaya Romansa itu masih baru menyentuh kulitnya saja, pada sisi nilai perjuangan harusnya menjadi sebuah sasaran,” cetusnya.
Thony juga mengatakan, jika kemudian ekonomi menjadi tujuan Pemkot Surabaya, maka harus bisa mendongkrak terhadap keberadaan Pasar Tunjungan yang tembus pasar blauran.
“Dua pasar ini harus hidup sekaligus. Sehingga, pasar Blauran, Pasar Tunjungan, dan Jl. Tunjungan itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, ekosistem ekonominya,” pungkasnya.