Thejatim.com – Pemerintah Kota Surabaya kembali menerima hibah aset rampasan negara dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (19/6/2025). Aset yang diserahkan bernilai Rp5,35 miliar, berupa satu unit apartemen mewah di kawasan Graha Golf, Tower Alexa, Dukuh Pakis.
Proses penyerahan berlangsung di Lobi Lantai 2 Balai Kota, dipimpin langsung oleh Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Hibah ini diberikan lewat skema Penetapan Status Penggunaan (PSP).
Menurut Mungki, hibah tersebut berasal dari perkara tindak pidana korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap. “Yang kami serahkan hari ini adalah barang bukti rampasan negara. Ini bukan sekadar penyitaan, tapi juga bagian dari pemulihan kerugian negara,” tegasnya.
Ia menambahkan, KPK tidak sekadar menindak pelaku korupsi, namun juga memastikan aset yang dirampas bisa kembali memberi manfaat untuk publik. “Ini menjadi peringatan sekaligus edukasi. Korupsi itu tidak hanya berujung penjara, tapi juga kehilangan harta. Dan aset itu, kami kembalikan ke masyarakat,” katanya.
Mungki juga menyampaikan bahwa KPK akan tetap melakukan monitoring selama setahun sejak penyerahan. Tujuannya, untuk memastikan aset sudah dimanfaatkan sesuai fungsinya dan dibaliknamakan atas nama penerima hibah.
Sementara itu, Wali Kota Eri Cahyadi menyatakan bahwa apartemen yang diterima kali ini merupakan aset kedua yang diserahkan KPK ke Pemkot. Aset hibah sebelumnya telah dimanfaatkan sebagai kantor Koperasi Merah Putih yang berperan dalam penguatan ekonomi kerakyatan.
“Aset ini amanah. Kami pastikan akan digunakan untuk kegiatan produktif yang berdampak langsung pada warga, termasuk menambah PAD dan memperkuat fondasi ekonomi kota,” ujar Eri.
Mantan Kepala Bappeko ini juga menyebutkan, seluruh aset rampasan yang dikelola Pemkot akan diberi tanda khusus. Tujuannya agar publik tahu bahwa aset hasil korupsi bisa kembali ke tangan rakyat.
“Ini bentuk transparansi sekaligus edukasi. Kalau dulu aset itu jadi alat kejahatan, sekarang justru jadi alat pembangunan. Warga berhak tahu,” kata Eri menutup.