TheJatim.com – Sejumlah aktivis dan lembaga pemerhati anak di Jawa Timur mendesak aparat penegak hukum menghentikan tindakan represif terhadap anak-anak yang terlibat dalam aksi penyampaian aspirasi publik pada 29–31 Agustus 2025. Mereka menilai anak-anak adalah korban yang seharusnya dilindungi, bukan dijadikan target penangkapan.
“Setiap anak yang terlibat dalam demonstrasi, baik karena ajakan maupun karena dimanfaatkan, adalah korban yang wajib mendapat perlindungan dan pendampingan hukum,” tegas Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, Budiyati, saat konferensi pers di Kampus B Universitas Airlangga Surabaya, Senin (1/9/2025).
Pernyataan sikap tersebut difasilitasi Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) FH Unair dan diikuti oleh 12 lembaga, di antaranya LPA Jatim, Airlangga Center Justice of Human Rights (ACJHR), Surabaya Children Crisis Center (SCCC), Kontras Surabaya, dan Yayasan Embun Surabaya.
Fasilitator sekaligus advokat UKBH FH Unair, Tis’at Afriyandi, menegaskan aparat seharusnya menggunakan pendekatan ramah anak.
“Kami meminta aparat menghentikan penangkapan anak-anak. Polisi seharusnya menangani mereka dengan cara yang tidak menimbulkan trauma,” ujarnya.
Dalam pernyataan sikapnya, para aktivis menyampaikan 10 poin tuntutan, antara lain keterbukaan informasi dari kepolisian terkait anak yang ditangkap, penghentian eksploitasi anak dalam aksi demonstrasi, serta penegakan prinsip kepentingan terbaik anak. Mereka juga menolak adanya kebijakan sekolah yang mengeluarkan siswa hanya karena ikut aksi.
Selain itu, aktivis menuntut pemerintah menyediakan bantuan hukum, psikologis, medis, hingga shelter bagi anak-anak terdampak. Mereka juga mengajak keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, hingga komunitas keagamaan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak.
“Perlu protokol khusus dalam penanganan anak saat situasi darurat atau ketika berhadapan dengan hukum. Kami berkomitmen terus mengawasi dan mengadvokasi hak-hak anak di Jawa Timur,” pungkas Tis’at.



