Thejatim.com – Kabupaten Sumenep, Madura selama tiga hari terakhir dilanda banjir. Di beberapa wilayah debit air naik hingga sedada orang dewasa yang mengakibatkan aktivitas warga menjadi lumpuh. Bahkan, akses utama masuk kawasan Kota Sumenep tidak bisa dilalui kendaraan.
Atas kejadian tersebut, Aktivis Lingkungan Moh Faiq, mengatakan bahwa banjir yang melanda Kabupaten Sumenep telah menjadi musibah tahunan setiap datang musim hujan.
“Musibah ini (banjir), bukan hanya terjadi saat ini, tapi sudah berulang kali. Sehingga, kami tidak heran lagi, sebab sudah biasa terjadi,” ungkapnya, Kamis (15/05/2025).
Faiq menyebutkan, banjir yang melanda Sumenep itu terjadi kerena kurangnya ruang hijau sebagai resapan air saat musim penghujan.
“Terbukti, banyak terjadi alih fungsi lahan, dari lahan pertanian menjadi perumahan, perkantoran, penginapan bahkan di pinggiran sungai pun tak luput dari pembangunan,” tegasnya.
Sehingga atas kondisi ini, lanjut Faiq, semakin menyempitkan ruang hijau terlebih di wilayah perkotaan. “Selain itu, aktivitas pertambangan dan ekploitasi alam turut serta menjadi penyumbang utama terjadinya banjir yang cukup besar,” imbuhnya.
Lebih lanjut Faiq mengatakan, bahwa banjir di Sumenep ini bukan hanya soal tingginya curah hujan, bukan soal drainase dan sampah, tapi yang mendasar soal tata ruang wilayah Pemkab Sumenep yang amburadul.
“Pada tahun sebelum-sebelumnya, kami sudah selesai duduk bersama saat pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam forum tersebut, kami menyampaikan pentingnya melindungi alam daripada kepentingan investasi, menghentikan alih fungsi lahan dan aktivitas pertambangan,” tegasnya.
Namun kala itu, lanjut Faiq, aspirasinya tidak dengar, terbukti mereka tetap menjalankan agenda-agenda pembangunan sekalipun alam ditumbalkan lalu rakyat yang menjadi korban.
“Sebaiknya untuk saat ini, mari perbaiki soal rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sumenep dengan lebih memperhatikan dampak-dampak lingkungan, agar bencana alam tidak menjadi langganan,” tandasnya.