TheJatim.com – Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2025 Kota Surabaya menuai sorotan dari anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Beberapa sektor dinilai belum maksimal, mulai dari pajak daerah hingga program bantuan sosial dan infrastruktur di tingkat kelurahan.
Anggota Banggar DPRD Surabaya, Pdt. Rio Dh. I Pattiselanno, menyoroti adanya penurunan target pajak daerah. Padahal, menurutnya, Surabaya memiliki potensi besar jika sistem pajak online dijalankan dengan serius.
“Hotel, restoran, parkir, hingga hiburan itu bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah yang signifikan. Jangan sampai peluang ini hilang begitu saja,” tegas politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.
Rio juga mengingatkan agar pengelolaan pajak dan retribusi dilakukan optimal. Pasalnya, Pemkot Surabaya masih memiliki kewajiban membayar bunga dan pokok pinjaman dari pembiayaan alternatif atau utang yang sebelumnya ditempuh.
Selain itu, ia menyoroti lonjakan belanja tidak terduga dalam APBD Perubahan. Menurutnya, DPRD perlu memastikan, apakah dana itu benar-benar digunakan untuk program prioritas. Sebab pemerintah pusat mendorong efisiensi anggaran.
Di sisi lain, pemangkasan belanja bansos juga disoroti. Rio menegaskan bantuan untuk keluarga miskin maupun program sosial lainnya sebaiknya tidak dikurangi.
“Bansos menyangkut hajat hidup masyarakat bawah, jadi jangan sampai dikorbankan,” tambahnya.
Ia juga menegaskan agar program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) tetap menjadi prioritas. Ia menegaskan, bahwa program tersebut menyentuh langsung warga yang hidup di pemukiman tak layak.
“Jangan sampai terabaikan,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya menekankan pentingnya memastikan kegiatan infrastruktur di kelurahan berjalan sesuai target. Pembangunan di akar rumput, kata dia, harus benar-benar dirasakan masyarakat.
“Hasil pembahasan di tingkat komisi sudah dilakukan dengan optimal. Tinggal bagaimana Pemkot merealisasikan di APBD Perubahan 2025,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar pengelolaan anggaran tidak meninggalkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) yang besar di tahun berikutnya.
“Kalau terukur sejak awal, Silpa bisa ditekan. Itu artinya program lebih cepat dirasakan warga,” pungkasnya.