Jumat, 7 November 2025
Image Slider

Gus Baha Ulas 5 Wasiat Zuhud Syaqiq Al-Balkhi

Hati dibentuk untuk menyukai orang yang berbuat baik, dan membenci orang yang berbuat buruk.

Thejatim.com – Imam Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi Rahimahullah (wafat 139 H / 810 M) adalah salah seorang tokoh sufi klasik dari Khurasan yang kisahnya jarang terekspos. Ia merupakan guru dari Hatim al-Asham. Beliau anak seorang hartawan yang memutuskan beralih melakoni perjalanan rohani menjadi seorang zahid.

Dikisahkan, Syaqiq Al-Balkhi pernah berjumpa dengan seorang pelayan berhala, lalu berkata: “Kamu diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Hidup dan Menghidupimu, Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Maka menyembahlah kepada-Nya, tidak usah lagi menyembah berhala-berhala yang tidak memberikan mudarat maupun manfaat kepadamu!”

Pelayan tersebut menjawab dengan diplomatis, “Jika benar apa yang kamu katakan, bahwa Tuhan Maha Kuasa memberi rezeki kepadamu di negerimu sendiri, kenapa Tuan dengan susah payah datang kemari untuk berniaga?” Imam Syaqiq melongo dan tercengang dengan jawaban tersebut, sehingga terketuklah hatinya dan selanjutnya ia menempuh kehidupan zuhud.

Wasiat Syaqiq Al-Balkhi dan Maknanya

Imam Syaqiq Al-Balkhi pernah berkata:

عَلَيْكُمْ بِخَمْسِ خِصَالٍ فَاعْمَلُوْهَا : اُعْبُدُوا اللهَ بِقَدْرِ حَاجَتِكُمْ اِلَيْهِ، وَخُذُوْا مِنَ الدُّنْيَا بِقَدْرِ عُمْرِكُمْ فِيْهَا، وَاَذْنِبُوْا اللهَ بِقَدْرِ طَاقَتِكُمْ عَلَى عَذَابِهِ، وَتَزَوَّدُوْا فِى الدُّنْيَا بِقَدْرِ مُكْثِكُمْ فِى اْلقَبْرِ، وَاعْمَلُوا لِلْجَنَّةِ  بِقَدْرِ مَا تُرِيُدُوْنَ فِيْهَا الْمَقَامَ.

Artinya: Laksanakanlah oleh kalian 5 perkara: (1) Beribadahlah kepada Allah sebanyak yang kamu perlukan pada-Nya. (2) Ambillah dari dunia ini sekadar umurmu tinggal di dalamnya. (3) Berdosalah pada Allah sekuat kamu mampu memikul siksa-Nya. (4) Himpunlah bekal di dunia sebanyak masamu tinggal di kubur. (5) Beramallah untuk surga seukuran surga yang kamu kehendaki.

Ungkapan di atas mengandung targhib dan tarhib. Targhib maksudnya membuat orang senang beramal, motivasi untuk beramal. Sedangkan tarhib yaitu peringatan atas dosa dan membuat takut melakukan dosa. Laksanakanlah lima perkara, maksudnya terapkanlah lima perkara tersebut. Maka laksanakanlah lima perkara itu.

Pertama, beribadahlah kepada Allah sebanyak apa yang kamu butuhkan dari-Nya dan mencari kebaikan dan rahmat-Nya. Kedua, ambillah apa yang ada dari dunia, sesuai kadar jangka umur hidupmu di dunia.

Baca Juga:  Berkah Kesabaran: Teladan dari Jombang hingga Magelang

Ketiga, berhubunganlah kamu dengan Allah perihal dosa sesuai kadar kemampuanmu menanggung siksa Allah. Ini menunjukkan terkadang ulama itu kalau bicara pakai tarhib. Silakan berbuat dosalah kepada Allah, selagi kamu kuat menerima azab Allah. Bahasa gampangnya, “Tidak apa-apa kamu berjalan di atas pecahan kaca, asalkan kamu kuat.” Maka tidak ada satupun seseorang yang kuat dalam menanggung siksa Allah SWT, karena sesungguhnya siksa Allah itu sangat berat.

Keempat, himpunlah bekal di dunia, karena untuk perjalananmu nanti di akhirat, sesuai berapa lama kamu akan berada di kubur dan masa setelah di kubur. Jadi, kamu membawa bekal untuk mati sejauh lamanya kamu berada di kubur sampai kiamat. Hitung sendiri. Kuburan disebut karena menjadi tahap awal menuju akhirat. Maka ketika Allah memberi keringanan di alam kubur, Allah juga akan memberi keringanan setelah itu. Dan jika Allah memberi kesulitan (cobaan) di alam kubur, maka Allah juga akan memberi kesulitan setelah itu.

Dan kelima, beramallah demi surga. Maksudnya beramal yang bisa membuatmu masuk surga sesuai kadar amalmu, yang sesuai tingkatan surga mana yang kamu harapkan. Sesungguhnya tingkatan orang yang masuk surga itu berbeda-beda. Tergantung amal baik setiap orang. Jika amalnya baik, maka balasannya akan lebih baik berkat anugerah Allah.

Imam Syaqiq Al-Balkhi rahimahullah juga pernah berkata:

طَلَبْنَا خَمْسًا فَوَجَدْنَا فِيْ خَمْسٍ: طَلَبْنَا تَرْكُ الذُّنُوْب فَوَجَدْنَاهُ فِيْ صَلَاةُ الضُّحَى، وَطَلَبْنَا ضِيَاء الْقُبُوْر فَوَجَدْنَاهُ فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ، وَطَلَبْنَا جَوَابُ مُنْكَر وَنَكِيْر فَوَجَدْنَاهُ فِي قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَطَلَبْنَا عبُوْر الصِّرَاط الْمُسْتَقِيْم فَوَجَدْنَاهُ فِي الصَّوْمِ وَالصَّدَقَةِ، وَطَلَبْنَا ظِلُّ الْعَرْشِ فَوَجَدْنَاهُ فِي الْخُلْوَةِ.

Artinya: Saya mencari lima hal kemudian saya temukan pada lima perkara: (1) Saya mencari berusaha meninggalkan dosa, lalu saya temukan pada shalat Dhuha. (2) Saya mencari terangnya kubur, kemudian saya temukan pada shalat malam (tahajud). (3) Saya mencari jawaban atas pertanyaan Munkar-Nakir, kemudian saya temukan saat membaca Al-Qur’an. (4) Saya mencari cara supaya bisa melewati jembatan Shirathal Mustaqim, lalu saya temukan pada puasa dan sedekah. Dan (5) saya mencari naungan Arsy, ternyata saya temukan dalam mengasingkan diri (khalwat).

Hikmah Para Sahabat

Ini adalah ucapan ulama yang berdasarkan pada pengalamannya masing-masing. Sayyidina Umar bin Khatthab RA juga pernah berkata:

Baca Juga:  Gus Baha: Ahli Ibadah Jangan Asal Berfatwa, Kenapa?

رَأَيْتُ جَمِيْعَ الْأَخِلاَّءِ فَلَمْ أَرَ خَلِيْلًا أَفْضَلُ مِنْ حِفْظِ اللِّسَانِ، وَرَأَيْتُ جَمِيْعَ اللِّبَاسِ فَلَمْ أَرَ لِبَاسًا أَفْضَلُ مِنَ الْوَرَعِ، وَرَأَيْتُ جَمِيْعَ الْمَالِ فَلَمْ أَرَ مَالاً أَفْضَلُ مِنَ الْقَنَاعَةِ، وَرَأَيْتُ جَمِيْعَ الْبِرَّ فَلَمْ أَرَ بِرًّا أَفْضَلُ مِنَ النَّصِيْحَةِ، وَرَأَيْتُ جَمِيْعَ الْأَطْعِمَةِ فَلَمْ أَرَ طَعَامًا أَفْضَلُ مِنَ الصَّبْرِ.

Artinya: 1) Aku memperhatikan semua teman-teman, tetapi tidak ada teman yang lebih utama kecuali dapat memelihara lisan. 2) Aku memperhatikan pakaian tetapi aku tidak melihat pakaian yang lebih utama kecuali wara’. 3) Aku melihat semua harta tetapi aku tidak melihat yang lebih utama kecuali hidup qana’ah. 4) Aku melihat semua kebaikan tetapi aku tidak melihat yang lebih utama kecuali nasihat. 5) Aku melihat semua makanan tetapi aku tidak melihat yang lebih utama kecuali sabar.

1) Aku melihat semua teman-temanku, maka aku tidak melihat temanku yang lebih utama daripada menjaga ucapannya. Dan betapa banyaknya hamba yang diam untuk menjaga diri dari bohong dan ghibah. Dan banyak juga hamba yang diam, karena untuk menguasai (menjaga) kerajaan wibawa dirinya. Jadi orang alim itu ada dua, ada yang karena takut berbohong, dan ada yang menjaga wibawanya.

2) Aku melihat semua pakaian, dan aku tidak melihat pakaian yang lebih utama dari sifat wirai. Ibrahim bin Adham berkata: “Yang dinamakan wira’i adalah meninggalkan semua hal syubhat dan meninggalkan hal yang tidak bermanfaat adalah dengan hal-hal yang tidak penting.”

3) Aku melihat semua harta benda, maka aku tidak melihat harta benda yang lebih utama daripada qanaah. Yang dinamakan qanaah adalah tidak melihat sesuatu yang tidak ada dan merasa cukup dengan hal yang sudah ada. Jadi yang dinamakan qanaah itu adalah meninggalkan harapan terhadap hal yang belum ada, dan merasa cukup atas hal yang sudah ada.

Baca Juga:  Mengapa Orang Sholeh Menyesal di Akhirat? Ini Penjelasan Gus Baha

Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Hurairah:

كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحَسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ (رواه ابن ماجه)

Artinya: Jadilah orang yang wira’i, maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang qanaah (selalu merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang benar-benar bersyukur. Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi Muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati. (HR. Ibnu Majah)

4) Aku pun melihat segala jenis kebaikan, dan aku tidak melihat ada yang lebih baik dari nasihat. Nasihat ialah benar dalam beramal. Kebaikan itu ada dua macam, yakni silah dan makruf. Yang dinamakan silah adalah berbuat baik dengan memberi uang di jalur yang terpuji tanpa mengharap balasan.

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

جُبِلَتِ الْقُلُوْبُ عَلَى حُبِّ مَنْ اَحْسَنَ اِلَيْهَا وَبُغْضِ مَنْ اَسَاءَ اِلَيْهَا (رواه البيهقي)

Artinya: Hati ini diciptakan dengan fitrah mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan membenci orang yang berbuat buruk kepadanya. (HR. Al-Baihaqi)

Hati itu dibentuk untuk menyukai orang yang berbuat baik kepadanya, dan membenci orang yang berbuat buruk kepadanya. Karena dalam sebuah kebaikan terdapat ridha manusia, dan dalam ketakwaan terdapat ridha Allah SWT. Barangsiapa yang mampu mengumpulkan keduanya, yakni kebaikan dan takwa, maka telah sempurna keberuntungannya, dan telah menyeluruh kenikmatannya.

*Disadur dari pengajian KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Baca Juga

ETOS

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT