TheJatim.com – Anggota Komisi A DPRD Surabaya Azhar Kahfi menilai kota ini sudah memasuki fase baru dalam penegakan ketertiban. Menurutnya, perkembangan prostitusi terselubung yang kini bergerak melalui aplikasi digital menuntut pola pengawasan yang lebih modern dan tidak lagi mengandalkan cara konvensional.
“Surabaya sudah smart city, jadi sistem keamanannya juga harus mengikuti pendekatan yang lebih cerdas,” ujar Kahfi di gedung DPRD Surabaya, Rabu (26/11/2025).
Ia menjelaskan praktik prostitusi online yang kerap memakai aplikasi seperti MiChat, Telegram, dan platform serupa membuat pola razia manual tidak lagi efektif. Aktivitas itu tidak muncul secara fisik, namun sangat aktif di ruang digital sehingga perlu dipantau lewat kemampuan siber yang memadai.
“Banyak aktivitas yang tidak kelihatan, tapi pergerakannya masif di dunia digital. Satpol PP butuh tim yang paham membaca pola itu,” ucap legislator dari Partai Gerindra tersebut.
Kahfi menilai Satpol PP memiliki ruang untuk membentuk unit pemantauan siber tanpa menabrak kewenangan kepolisian. Fungsi unit ini, katanya, tetap berada dalam koridor penegakan Perda, seperti mengumpulkan bukti awal, memetakan titik rawan, dan memperkuat operasi lapangan agar lebih terarah.
“Tim ini bukan penyidik. Mereka mengumpulkan bukti awal yang bisa mempercepat tindakan di lapangan sehingga penegakan lebih presisi,” jelasnya.
Ia juga menyoroti maraknya kos dan apartemen yang berubah fungsi menjadi tempat short-time dan memfasilitasi transaksi lewat aplikasi online. Menurutnya, pemilik yang membiarkan praktik seperti itu harus disanksi tegas.
“Kos berubah jadi hotel short-time? Pemiliknya harus bertanggung jawab. Kalau terbukti membiarkan, izinnya cabut saja,” tegas Kahfi.
Lebih jauh, ia menilai penegakan tidak bisa lagi bersifat reaktif. Pemkot diminta bergerak proaktif memanfaatkan teknologi yang sudah ada agar pengawasan jauh lebih efektif.
“Tidak harus menunggu laporan atau menunggu viral. Kalau datanya jelas dan polanya sudah terlihat, ya langsung tindak,” kata mantan aktivis tersebut.
Kahfi menyebut Surabaya memiliki infrastruktur digital yang solid. Mulai dari Command Center 112, CCTV analytic, hingga integrasi data perizinan hotel dan kos yang bisa dimanfaatkan untuk memetakan risiko dan menekan prostitusi terselubung di ruang publik maupun ruang privat berbayar.
“Kita sudah punya modal teknologi yang kuat. Tinggal bagaimana dipakai maksimal untuk menjaga kota dari praktik semacam ini,” ujarnya.
Ia berharap pembentukan unit pemantauan siber di Satpol PP dapat menjadi langkah pembaruan dalam penguatan konsep smart city, terutama di sektor keamanan. Menurutnya, kota besar seperti Surabaya harus selalu memperbarui mekanisme penegakan agar tidak tertinggal dari pola pelanggaran yang terus berkembang.
“Kalau polanya berkembang, penegakannya juga harus berkembang. Ini bagian dari upaya menjaga kota tetap aman dan tertib,” pungkasnya.



