Sabtu, 1 November 2025
Image Slider

Aliansi BEM Surabaya Kukuhkan Kepengurusan dan Launching Buku Reformasi

TheJatim.com – Momentum Sumpah Pemuda menjadi ajang refleksi sekaligus konsolidasi gerakan mahasiswa di Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya. Aliansi BEM Surabaya menggelar rangkaian kegiatan Pengukuhan Kepengurusan, Launching Buku “Reformasi Belum Usai”, Rapat Kerja dan Simposium Sumpah Pemuda dengan mengusung tema besar, yakni “Dari Kota Pahlawan: Meneguhkan Persatuan Mahasiswa, Menggelorakan Semangat Sumpah Pemuda.”

Kegiatan yang digelar di Attawhid Tower Lantai 13 Universitas Muhammadiyah Surabaya ini dihadiri oleh perwakilan BEM dari berbagai daerah di Jawa Timur, mulai dari Sidoarjo, Tulungagung, Lamongan, Sampang, hingga Pasuruan dan daerah lainnya.

Surabaya Sebagai Episentrum Gerakan Mahasiswa

Dalam sambutannya, Nasrawi, selaku Koordinator Umum Aliansi BEM Surabaya, sekaligus Presiden Mahasiswa BEM Universitas Muhammadiyah Surabaya dan penulis buku “Reformasi: Belum Usai”, menegaskan bahwa Aliansi ini bukan sekadar forum koordinasi, tetapi rumah bersama bagi gerakan mahasiswa lintas kampus di Jawa Timur.

“Aliansi BEM Surabaya adalah wadah, rumah, sekaligus ruang berproses bagi mahasiswa lintas kampus. Surabaya telah menjadi episentrum gerakan mahasiswa di Jawa Timur — tempat lahirnya gagasan, kolaborasi, dan keberanian untuk bersuara. Apalagi Surabaya dijuluki sebagai Kota Pahlawan,” ujar Nasrawi kepada The Jatim, Sabtu (1/11/2025).

Selain memberikan sambutan, Nasrawi juga secara resmi mengukuhkan formatur kepengurusan Aliansi BEM Surabaya, yang menjadi langkah baru dalam memperkuat struktur dan arah gerakan mahasiswa di Jawa Timur. Formatur kepengurusan yang dikukuhkan meliputi:

Baca Juga:  Cak Yebe: Jangan Nodai Kemerdekaan dengan Bendera Fiksi

1. Koordinator Pergerakan – Alwan Naufal Bariq (Presiden Mahasiswa BEM Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya)

2. Koordinator Isu Pendidikan dan Ekonomi – M. La Rayba Fie (Presiden Mahasiswa BEM Universitas Negeri Surabaya)

3. Koordinator Isu Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat – Muammar Rozi (Presiden Mahasiswa BEM Poltekkes Kemenkes Surabaya)

4. Koordinator Media – Dendy Erdi Pranata (Wakil Presiden Mahasiswa BEM Universitas Wijaya Putra)

5. Koordinator Wilayah (Zona 1) Barat–Selatan – Rizky Nuhan Maulana (Presiden Mahasiswa BEM Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)

6. Koordinator Wilayah (Zona 2) Timur–Utara – Angga Sudrajat (Presiden Mahasiswa BEM Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

7. Koordinator Isu Politik, Hukum, dan Advokasi – Defrin Fortinius Ziliwu (Presiden Mahasiswa BEM Universitas Katolik Darma Cendika)

“Kepengurusan ini bukan sekadar struktur administratif, tapi barisan nilai dan tanggung jawab moral mahasiswa Surabaya dalam mengawal arah demokrasi dan masa depan bangsa,” tegas Nasrawi.

Dalam kesempatan tersebut, Nasrawi juga membagikan poin-poin penting dari bukunya “Reformasi: Belum Usai”, yang menjadi refleksi perjalanan demokrasi Indonesia pasca-1998. Buku ini menyoroti tiga pokok utama:

1. Reformasi dan Krisis Substansi Demokrasi

Dua dekade pascareformasi, demokrasi di Indonesia lebih banyak bergerak secara prosedural ketimbang substansial. Guillermo O’Donnell menyebutnya delegative democracy— rakyat berdaulat di bilik suara, namun kehilangan kendali setelahnya. Buku ini mengajak pembaca menelaah ulang bagaimana cita-cita keadilan sosial justru tersandera oleh kepentingan oligarki kekuasaan, sebagaimana diulas Jeffrey Winters dalam Oligarchy.

Baca Juga:  Surabaya Terima Belasan Ribu Blanko KTP-el dari Kemendagri RI

2. Empat Pilar Kekuasaan dan Krisis Etika Publik

Penulis mengurai empat cabang kekuasaan negara — eksekutif, legislatif, yudikatif, dan aparat penegak hukum — melalui pisau analisis Max Weber dan Michel Foucault. Weber menggambarkan rasionalitas birokrasi yang berubah menjadi “sangkar besi”, sedangkan Foucault menegaskan bahwa kekuasaan tidak hanya menindas, tapi juga mengontrol kesadaran sosial. Reformasi kehilangan arah ketika kekuasaan lebih berpihak pada mekanisme tanpa nurani.

3. Mahasiswa dan Reformasi Kedua

Dengan semangat Antonio Gramsci, mahasiswa diposisikan sebagai intelektual organik — pembentuk kesadaran sosial, bukan sekadar pengamat. Dari perspektif kesehatan masyarakat, Nasrawi menyebut bahwa krisis bangsa sejatinya adalah krisis kemanusiaan. Mengutip Paul Farmer dalam Pathologies of Power, ketimpangan sosial menciptakan “penyakit sistemik” dalam tubuh bangsa. Maka, Reformasi Belum Usai bukan sekadar kritik terhadap negara, melainkan panggilan untuk melahirkan kembali etika publik dan kesehatan moral bangsa.

“Rasionalitas sejati lahir dari ruang publik yang bebas dan kritis. Maka tugas kita, sebagai mahasiswa, bukan hanya menjaga warisan reformasi, tapi juga menyehatkan kembali nalar bangsa yang sedang sakit,” tutup Nasrawi, mengutip Jürgen Habermas.

Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Jawa Timur, Dr. M. Hadi Wawan Guntoro, S.STP., M.Si., CIPA, turut memberikan apresiasi terhadap semangat mahasiswa Surabaya yang tetap menjaga idealisme dan nilai kebangsaan.

Baca Juga:  DPRD Desak Pemkot Surabaya Hentikan Proyek Tiga SMPN Baru

“Semangat Sumpah Pemuda tidak boleh berhenti di seremoni. Ia harus hidup dalam kolaborasi nyata antara mahasiswa, pemerintah, dan masyarakat. Aliansi BEM Surabaya membuktikan bahwa energi muda Jawa Timur masih menyala dan progresif,” tegasnya.

Sementara itu, Dr. Nur Mukarromah, S.KM., M.Kes., Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Surabaya, menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang dialektika dan kolaborasi.

“Gerakan mahasiswa harus tumbuh dari dialektika dan etika. Kampus hadir untuk memastikan ruang-ruang produktif seperti ini terus hidup,” ujarnya.

Turut hadir pula Khoirul Anam, M.Sos., dari Biro Administrasi Kemahasiswaan, Alumni dan Inovasi UM Surabaya, yang menyampaikan dukungannya terhadap gerakan intelektual mahasiswa Surabaya.

Simposium Sumpah Pemuda: Ruang Dialektika dan Aksi

Rangkaian acara ditutup dengan Simposium Sumpah Pemuda, menghadirkan Muhammad Syaifuddin, S.Sos., Anggota DPRD Kota Surabaya, sebagai narasumber.

Dalam pemaparannya, ia menegaskan pentingnya mahasiswa mengambil peran aktif dalam membangun ekosistem politik dan sosial yang sehat di tingkat lokal.

“Kritik tanpa aksi adalah kehilangan arah, tetapi aksi tanpa nilai juga kehilangan makna. Mahasiswa harus menjadi jembatan antara idealisme dan realitas,” ungkapnya.

Acara ditutup dengan peneguhan komitmen bersama:

“Reformasi belum usai, perjuangan mahasiswa belum selesai.”

Deklarasi tersebut menjadi simbol bahwa semangat Sumpah Pemuda 1928 terus hidup — bukan untuk dikenang, tapi untuk diteruskan sebagai energi moral dan nalar kritis bangsa.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Baca Juga
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT