TheJatim.com – Reses anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Imam Syafi’i di RW VI Kelurahan/Kecamatan Tegalsari, Rabu malam (10/9/2025), dipenuhi suara warga yang menaruh harapan besar pada perbaikan akses pendidikan dan penanganan masalah ekonomi keluarga miskin.
Ketua RW VI Tegalsari, Budi Santoso, menyampaikan banyak warganya kesulitan membiayai sekolah meski tidak terdaftar sebagai keluarga miskin (Gamis) maupun pra-Gamis.
“Banyak warga yang sebenarnya tidak mampu, tapi tidak masuk data keluarga miskin. Akibatnya, mereka tidak mendapat bantuan biaya pendidikan,” ujar Budi.
Selain itu, muncul kasus seorang remaja yang ingin kembali bersekolah namun terhambat karena memiliki tato. Meski demikian, semangatnya untuk melanjutkan pendidikan mendapat dukungan keluarga dan tetangga.
“Anaknya mampu secara fisik, niatnya besar untuk sekolah, hanya terhambat stigma karena tato. Pak Imam sudah menyatakan siap mendampingi,” tambah Budi.
Menanggapi aspirasi itu, Imam Syafi’i menegaskan bahwa pemerintah kota memiliki berbagai program beasiswa, mulai dari Pemuda Tangguh untuk SMA dan perguruan tinggi, Program Krisna, hingga Sekolah Rakyat di Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
“Masalahnya ada pada validasi data. Warga yang miskin secara substantif justru tidak masuk kategori miskin saat diverifikasi. Ini yang harus segera dibenahi,” tegas alumni aktivis PMII itu.
Imam menambahkan, fenomena pemiskinan baru masih terus terjadi akibat PHK, kematian tulang punggung keluarga, hingga sakit berkepanjangan. Namun, warga yang seharusnya berhak justru sering tidak tercatat dalam kuota bantuan.
“Dulu mereka masuk MBR, tapi sekarang tidak. Hidupnya malah tambah berat karena tidak dapat intervensi pemerintah. Inilah yang saya sebut miskin substantif,” jelas mantan jurnalis senior itu.
Terkait remaja bertato yang ingin kembali sekolah, Imam menyampaikan komitmennya untuk mencarikan jalan. Jika masih usia sekolah formal, ia akan mengupayakan masuk sekolah kembali.
Namun bila sudah melewati usia, Politisi Partai Nasdem itu mengungkapkan bahwa ada solusi lewat program kejar paket yang diakui untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
“Tato bukanlah penghalang. Jangan menilai orang dari tampilan luar, yang penting adalah kemauan untuk belajar dan memperbaiki diri,” tutupnya.



