Thejatim.com – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyoroti anggaran jumbo Kepolisian RI (Polri) untuk pengadaan alat pengendali massa. Berdasarkan data FITRA, alokasi anggaran itu mencapai Rp2,6 triliun sepanjang 2021-2025.
Rinciannya, alokasi untuk gas air mata, pelontar, dan masker mencapai Rp1,1 triliun, anggaran terbesar untuk pengadaan alat pengendalian massa. Anggaran untuk pembelian tongkat baton senilai Rp1,02 triliun.
Selain itu, alokasi untuk peluru karet mencapai Rp50 miliar. Sementara anggaran alat lain seperti kendaraan taktis (rantis) untuk menghalau massa senilai Rp200 miliar.
Peneliti di Sekretariat Nasional FITRA, Gurnadi Ridwan, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan anggaran tersebut. Menurutnya, alokasi yang tidak terukur dapat membahayakan keselamatan masyarakat sekaligus menggerus kualitas hukum dan demokrasi.
“Terbukti, penggunaan alat represif berulang kali menimbulkan korban, bahkan dalam beberapa kasus dapat menghilangkan nyawa,” ujar Gurnadi, melansir dari tempo.co, Jumat (29/08/2025).
Pemerintah memang sempat memangkas anggaran pembelian gas air mata pasca tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 2022 lalu. Namun, catatan FITRA, menunjukkan bahwa anggaran untuk pengadaan tongkat baton justru meningkat.
Nilainya pun tidak sedikit, yakni mencapai total Rp1 triliun sepanjang 2021-2025. Angka itu belum termasuk belanja Polri pada 2022 untuk pembelian drone pelontar gas air mata senilai Rp18,9 miliar serta peluru karet atau pepper projectile senilai Rp49,9 miliar.
“Anggaran negara harus mengayomi rakyat, bukan menakuti apa lagi membungkam suara rakyat. Demokrasi tidak bisa tumbuh dalam suasana ketakutan,” ucap Gurnadi.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah mengutamakan belanja yang mendorong penguatan kapasitas aparat dalam pendekatan humanis, dialogis, dan persuasif, daripada memperbesar anggaran untuk gas air mata.
“Pendekatan keamanan berbasis hak asasi manusia jauh lebih sesuai dengan prinsip negara demokrasi ketimbang menambah anggaran untuk instrumen represif,” pungkasnya.