Rabu, 29 Oktober 2025
Image Slider

Gerakan 25 Agustus Jadi Teguran Moral bagi Wakil Rakyat Surabaya

TheJatim.com – Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni, menilai rentetan aksi demonstrasi yang terjadi pada Gerakan 25 Agustus 2025 sebagai alarm moral bagi lembaga legislatif. Ia menegaskan, kemarahan publik yang muncul bukan bentuk kebencian, melainkan panggilan agar para wakil rakyat kembali memiliki empati dan semangat pengabdian.

“Gerakan itu saya pandang sebagai teguran dari Tuhan. Karena suara rakyat adalah suara Tuhan — vox populi, vox Dei. Kalau rakyat marah, artinya ada pesan untuk memperbaiki diri,” ujar Fathoni dalam Diskusi Publik dan Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Dari Jalanan ke Meja Kebijakan” di Taman Budaya Surabaya, Selasa (28/10/2025) malam.

Baca Juga:  Surabaya Audit Ribuan Pondok Pesantren Pastikan Bangunan Aman dan Layak

Acara yang digelar oleh Solidaritas Pemuda Mahasiswa Merah Putih (SPM-MP) ini menghadirkan sejumlah pembicara dari kalangan politik dan akademisi. Diskusi tersebut membahas relasi antara tuntutan rakyat dan dinamika politik pasca gerakan massa 25 Agustus.

Menurut Fathoni, gerakan tersebut menjadi tanda bahwa masyarakat masih menaruh harapan terhadap DPRD. Ia menyebut, kemarahan publik sesungguhnya merupakan bentuk cinta yang belum tersampaikan.

“Kalau rakyat masih marah, artinya mereka masih percaya bahwa kita bisa berubah,” katanya.

Politisi yang akrab disapa Mas Toni itu juga mengingatkan, sebagian anggota legislatif sering terjebak dalam rutinitas birokrasi hingga kehilangan kedekatan emosional dengan warga. Ia mengajak DPRD agar lebih terbuka terhadap kritik dan aktif membangun komunikasi publik.

Baca Juga:  Ganjarist bersama Club Scooterist Gelar Baksos, Kenalkan Ganjar

“Kalau masyarakat marah, jangan merasa diserang. Itu alarm agar kita kembali pada semangat pengabdian. Tanpa empati, kekuasaan kehilangan arah,” tegasnya.

Sementara itu, Dr. Suko Widodo, M.Si, dosen FISIP Universitas Airlangga yang juga menjadi narasumber dalam diskusi tersebut, menilai salah satu penyebab renggangnya hubungan antara rakyat dan wakilnya adalah krisis komunikasi publik. Ia menyoroti dominasi media sosial dan algoritma yang membuat interaksi antar manusia terasa kaku.

Baca Juga:  Fasum Taman Apsari Rusak Usai Pesta, DPRD Surabaya Geram

“Kita perlu kembali pada budaya ngobrol ala arek Surabaya. Budaya cangkrukan dan keterbukaan itu yang membuat komunikasi jadi lebih jujur,” ujarnya.

Diskusi tersebut menjadi ajang refleksi bersama antara politisi, akademisi, dan mahasiswa. Para pembicara sepakat bahwa Gerakan 25 Agustus membuka ruang koreksi terhadap relasi rakyat dan lembaga politik. Gerakan ini juga mengingatkan bahwa kekuasaan sejatinya berasal dari suara rakyat.

“Gerakan ini adalah alarm moral. Kalau kita lalai mendengarnya, bisa jadi suatu hari rakyat berhenti bicara, dan itu jauh lebih berbahaya,” tutup Suko.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Baca Juga
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT