Thejatim.com – Pengertian Muhasabah itu maksudnya mengoreksi diri sendiri, menghitung diri sendiri. Dalam konteks Indonesia, ini sudah menjadi perilaku (kebiasaan) yang berlaku umum, karena dulu orang tua dan guru-guru kalau menasihati mengatakan: “Bayangkan kalau kamu jadi dia”. Jadi misalnya, kita mentang-mentang sebagai atasan lalu bersikap otoriter pada bawahan, maka bayangkan misalnya kamu yang menjadi bawahan itu rasanya seperti apa. Lau kunta maa kaana (Bayangkan kalau kamu berada di posisi dia).
Makanya, guyonan orang-orang Indonesia itu: “Orang-orang itu mengharamkan judi, tapi yang menang anak panjenengan (kamu)”. Jadi, “Alhamdulillah…” jawabnya. Ternyata ia mengharamkan judi, karena ada anak orang lain yang menang, kalau anaknya sendiri yang menang, ya ikut senang. Bahkan, kadang kita bersikap keras, sebab kebetulan bukan terjadi pada anak atau keluarga kita.
Jangan-jangan kita didikte hukum sosial, jika orang yang salah itu kebetulan orang yang melayani kita, keluarga atau orang terdekat kita, semangat untuk memberi ampun atau memaafkan. Sedangkan bila orang lain atau musuh kita yang melakukan, dengan semangat kita minta agar segera diazab (dihukum).
Nah, ini yang tidak boleh dalam Islam. Islam mengajarkan kita untuk mencontoh Rasulullah SAW. Nabi itu rahmatan lil alamin. Bahkan saat saya ngaji bersama beberapa habaib, para habaib itu menyampaikan bagaimana itu Nabi yang rahmatan lil alamin. Ketika Nabi adzahu qaumuhu (disakiti oleh kaumnya) yang saat itu masih kafir semua.
Saran Jibril pada Rasulullah
Saat itu, Malaikat Jibril menyarankan pada Rasulullah agar berdoa dan meminta kepada Allah agar memberi izin padanya untuk menghancurkan mereka dengan gunung-gunung yang siap ia angkat. Malaikat Jibril tidak terima, karena dakwah Rasulullah dibalas dengan lemparan batu kerikil dan tanah, sehingga tubuh mulianya (Rasulullah) terluka dan berdarah.
Rasulullah justru menolak tawaran Jibril dan memilih mendoakan penduduk Thaif dengan kebaikan, agar mereka mendapatkan hidayah hingga bisa menerima ajaran Islam. Saat darah masih mengalir di wajahnya, Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya lalu berkata dan berdoa:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِيْ طَعَّانًا وَلَا لَعَّانًا وَلَكِنْ بَعَثَنِيْ دَاعِيًا وَرَحْمَةً، اَللهم اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya: Sungguh Allah tidak mengutusku untuk menjadi orang yang merusak dan bukan (pula) orang yang melaknat. Akan tetapi Allah mengutusku untuk menjadi penyeru dan pembawa rahmat. Ya Allah, berilah hidayah untuk kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui. (HR Al-Baihaqi)
Sebegitu baiknya Nabi terhadap orang yang menyakiti dan melukainya, tapi ia masih tetap berdoa seperti itu. Sayyidina Umar bin Khatthab juga mendapat berkah dari doa Nabi khiina kaana kafiran (ketika masih kafir). Kala itu Rasulullah SAW berdoa:
اَللهم اَعِزَّ اْلإِسْلاَم بِأَحَدِ الْعُمَرَيْنِ
Artinya: Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar.
Itulah doa Nabi ketika Umar bin Khatthab masih kafir. Itu pelajaran bagi kita bahwa yang sedang tidak cocok pun berhak mendapat doa terbaik dari kita. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
Artinya: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Muhasabah dan Hubungan Manusia dengan Allah
Jadi, agama ini diperuntukkan bagi orang-orang yang selalu punya harapan kepada Allah SWT. Saya cerita muhasabah ini tentang hubungan kita dengan Allah. Di dunia itu banyak orang fasik, banyak orang nakal, dimana-mana orang nakal itu mayoritas.
يُرْضُوْنَكُم بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَىٰ قُلُوْبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُوْنَ
Artinya: Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 8)
Itulah berkahnya harapan. Misalnya sekarang masih nakal, besok tidak. Sekarang tidak shalat, besok shalat. Sekarang belum dermawan, besok dermawan. Jadi barakahnya kefasikan itu dianggap sementara. Karena itu para kiai, guru dan habaib itu yang utama mesti bilang, “Semoga husnul khatimah”.
Nah, barakahnya doa semoga husnul khotimah itu menjadikan satu pola sosial, yang sedang fasik ini diharapkan jadi lebih baik, sehingga kita tidak mengambil sikap ekstrim ingin menghabisi atau ingin menghakimi, karena kita selalu punya harapan-harapan dalam agama ini. Misalkan saja yang nakal itu anak kamu, pasti kamu tidak ingin anakmu langsung mendapat azab, padahal kamu menjadi tokoh di masyarakat.
*Disadur dari pengajian KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.


