Surabaya – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) secara serentak akan melaksanakan peringatan Hari Nusantara yang bertepatan pada Senin (13/12/2021).
Peringatan serentak di 8 Provinsi dan 17 Kabupaten/Kota KNTI se-Indonesia, dengan bentuk kegiatanya parade perahu di laut, aksi damai serta kegiatan sosial.
Ketua DPD KNTI Surabaya, Ahmad Sukron menyampaikan bahwa kegiatan utamanya adalah penyampaian aspirasi nelayan kecil dan tradisional.
“Hari Nusantara sangat penting maknanya bagi nelayan, ini merupakan momentum untuk
membangun pondasi pembangunan Indonesia berbasis kelautan yang mensejahterakan
rakyat,” jelasnya, saat dilokasi parade perahu Pantai Kenjeran, Surabaya, Senin (13/12/2021).
Ia juga mengatakan, parade perahu juga bentuk meneruskan mandat dari Dekrasi Djuanda. Untuk menegaskan bahwa laut menyatukan Indonesia, mempertegas kedaulatan bangsa, serta memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sukron sapaannya, menyebutkan beberapa catatan utama terkait dengan pemenuhan hak-hak nelayan. Pertama, Pemenuhan akses dan ketersediaan BBM bersubsidi bagi nelayan kecil. “Selama ini Nelayan belum memperoleh haknya,” tegasnya.
Ia juga memohon kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, BPH Migas dan Pertamina harus segera mempercepat proses kemudahan akses, penyediaan infrastruktur SPBUN, dan memastikan alokasi BBM
bersubsidi yang mencukupi kebutuhan nelayan kecil dan tradisional.
“Untuk memperkuat hal ini, KNTI mendorong perubahan Perpres nomor 191 tahun 2014
tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, serta mendorong penggunaan Kartu KUSUKA (Kartu Usaha Kelautan dan Perikanan, red) sebagai alat untuk nelayan mengakses BBM Bersubsidi,” lugas Sukron.
Kedua, memperkuat skema perlindungan dan keselamatan nelayan akibat dampak perubahan iklim dan kecelakaan di laut. Cuaca ekstrem dan ombak yang besar menyebabkan perahu nelayan kecil yang bersandar juga sering mengalami kerusakan.
Menurut Sukron, hampir tiap tahun terjadi musibah dan bencana sertai terjangan ombak, tidak hanya perahu nelayan, tapi juga rumah-rumah pesisir banyak yang rusak akibat terjangan ombak. “Jadi hampir setiap tahun, itu berulang-ulang,” jelasnya.
Ia berharap, pemerintah lebih peduli, tidak hanya saat ada bencana, baru ada tindak lanjut. “Bisa sebelum adanya bencana kan, harusnya ada persiapan, bahkan ini sudah terjadi beberapa tahun, tidak hanya sekali saja,” ujarnya.
Ketiga, terkait zonasi, atau wilayah tangkap Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) di Surabaya.
Sukron menjelaskan, saat ini Kota Surabaya telah ditetapkan kembali sebagai zona tambang pasir. Ia berharap kepada pemerintah, untuk dikawal, dikondisikan atau minimal di sosialisasikan kepada masyarakat nelayan terkait RZWP-3-K tersebut.
“Karena penambangan pasir di selat madura sangat merugikan sekali bagi warga dan nelayan tradisional disini,” katanya.
Sukron menjelaskan kegiatan parade perahu yang diselenggarakan oleh DPD KNTI Kota Surabaya, terdapat 70 perahu dan sekitar 140 orang yang mengikuti parade perahu tersebut.
“Ini prokes (protokol kesehatan, red) dari arahan Pak Kapolres (Polrestabes Surabaya,red) sebenarnya saya rencanakan 400 perahu, berhubung sudah koordinasi dengan Kapolres, saya kurangi menjadi 70, dengan jumlah peserta kurang lebih 140 orang. Ada 70 perahu yang disetujui dari 400 perahu yang kita ajukan ke Kapolres Surabaya,” jelasnya.
Oleh karena itu, kami dari KNTI Surabaya dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Jawa Timur (FITRA Jatim) merekomendasikan ;
1. Mendorong Gubernur Jawa Timur untuk dapat mengimplementasikan Akses BBM bersubsidi bagi nelayan tradisional.
2. Mendorong Pemerintah Kota Surabaya agar dapat membuat peraturan tentang Perlindungan Nelayan dan mengeluarkan surat rekomendasi bagi nelayan tradisional untuk Akses BBM bersubsidi.
3. Mendorong Pemerintah Daerah supaya pengelolaan BBM Bersubsidi bagi nelayan berpihak pada nelayan tradisional.