TheJatim.com – Perserikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (PKPI) resmi menggelar ujian tertulis sertifikasi profesi kurator dan pengurus angkatan pertama tahun 2025. Acara ini berlangsung di Aula Pringgodigdo Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu (13/9/2025).
Ketua PKPI, Dr. Albert Riyadi Suwono, S.H., M.Kn., M.H., M.Th., menegaskan ujian ini merupakan tahap awal sebelum dilanjutkan dengan wawancara. Dua tahapan tersebut akan menentukan kelulusan calon kurator dan pengurus yang berhak menyandang profesi.
“Ada dua tahapan ujian, tertulis dan wawancara. Tertulis ini jadi saringan menuju ujian wawancara bulan depan. Nanti, wawancara akan melibatkan Dirjen AHU Kemenkumham bersama PKPI sebagai penguji,” jelas Albert, didampingi Sekjen PKPI Hartadi dan Dewan Kehormatan Supratman.
Albert menjelaskan, kegiatan ini bisa terlaksana setelah PKPI resmi menjadi anggota Komite Bersama melalui Keputusan Menteri Hukum pada Februari 2025. Meski PKPI sudah berbadan hukum sejak 2014, baru tahun ini organisasi tersebut mendapat kewenangan menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi profesi.
Enam bulan setelah bergabung, PKPI langsung bekerja sama dengan Universitas Kristen Petra menggelar pelatihan profesi kurator dan pengurus. Dari pelatihan itu, PKPI berhasil mendapatkan rekomendasi dari Ketua Komite Bersama Widodo yang juga menjabat Irjen AHU, untuk menyelenggarakan ujian sertifikasi.
Dalam ujian perdana ini, sebanyak 34 peserta ambil bagian. Albert mengaku jumlah tersebut sangat menggembirakan, mengingat persiapan hanya berlangsung satu bulan.
“PKPI ingin mencetak kurator yang handal, profesional, dan berintegritas. Profesi ini mengelola harta pailit, yang berkaitan dengan uang. Maka, dibutuhkan integritas tinggi agar tidak ada penyalahgunaan atau pelanggaran,” tegasnya.
Selain ujian, kegiatan ini juga membahas wacana RUU Profesi Kurator dan Pengurus. Albert menilai undang-undang tersebut penting untuk melindungi profesi kurator yang rawan kriminalisasi.
“Dalam praktik, kurator sering jadi sasaran kriminalisasi. Berbeda dengan advokat yang punya hak imunitas. Dalam UU Kepailitan hanya ada dua pasal yang menyentuh profesi kurator. Karena itu, kami mendorong lahirnya UU yang bisa menjadi payung hukum,” ujarnya.
Albert juga menyinggung pentingnya regulasi bagi advokat di bidang kepailitan. Ia menilai banyak organisasi advokat yang belum memiliki kualitas memadai dalam menangani perkara kepailitan.
“Pasal 7 UU Kepailitan menyebut yang bisa mengajukan PKPU adalah advokat. Maka yang mengajukan harus advokat spesialisasi kepailitan, paham, mumpuni, dan tersertifikasi. Inilah yang akan kita dorong dengan naskah akademis ke Mahkamah Agung,” pungkas Albert.



