Surabaya – Terkait penetapan Peraturan Daerah tentang Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam Rapat Paripurna beberapa waktu lalu, Pimpinan DPRD memastikan konsekuensinya.
AH. Thony, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya menyampaikan, akan ada langkah penyesuaian dan penataan Wali Kota Surabaya, terhadap jumlah dan personil yang akan duduk dalam formasi jabatan dilingkungan Pemkot Surabaya.
“Terkait penempatan pejabat Kami mengingatkan kepada walikota agar memegang prinsip kehati-hatian, tidak grusa-grusu (terburu-buru, red), menggunakan pendekatan obyektifitas dan profesionalitas dalam memilih calon pejabat,” ungkapnya, Sabtu (18/12/2021).
Ia menegaskan, supaya spirit perubahan yang dilakukan berdampak pada peningkatan kinerja, kualitas layanan dan proses pencapaian target kinerja yang lebih efektif dan efisien.
“Maksudnya, agar tidak menimbulkan instabilitas dalam lingkungan birokrasi Pemerintah Kota Surabaya,” tegasnya.
Selain itu Thony juga mengingatkan agar Pemkot Surabaya memperhatikan saran masukan fraksi-fraksi DPRD Kota Surabaya. Hingga, hampir semua meminta Walikota menggunakan pendekatan ‘marriage system’ dalam menempatkan seseorang dalam jabatan.
Marriage System, mengartikan seperangkat aturan dan norma yang mengatur reproduksi dalam masyarakat manusia tertentu.
Lanjut Thony mengingatkan, bahwa beredar kabar diluar, proses evaluasi dan assessment atau penilaian oleh Pemkot Surabaya dilakukan secara berulang-ulang dan menimbulkan kejanggalan.
Ia menyebutkan, diawal proses evaluasi melibatkan Pemerintah Provinsi, kemudian melibatkan perguruan tinggi, selanjutnya dibentuk Panitia Seleksi (Pansel) yang anggotanya banyak diantaranya tidak memiliki sertifikat sebagai assesor, padahal sudah dibantu inspektorat.
“Kalau dari ketiganya itu dimaksudkan untuk saling mengisi dan menemukan titik komprehensifitasnya tidak masalah, tapi kalau hanya untuk mematahkan terhadap hasil penilaian yang obyektif sebelumnya itu yang berbahaya dan patut disesalkan,” sebutnya.
Kemudian, Politisi Partai Gerindra ini menyampaikan ada kabar lain yang beredar diluar, mengenai hasil assessment diperoleh gambaran lebih 60% posisi dari pejabat yang menjabat saat ini, ditempati oleh orang yang tidak tepat.
“Hasil itu sama halnya mengatakan pejabat pilihan Walikota sebelumnya sebagian besar gak ada yang tepat,” ujarnya ketus.
Menurutnya, hasil assessmen itu hanya metode untuk memotret potensi seseorang dan keberadaanya hanya menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam penempatan jabatan seseorang.
Sehingga, ada faktor lain yang perlu disoroti, seperti rekam jejak masa lalu, kemampuan berkomunikasi politik dengan dewan, kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan, serta harus dilakukan metode evaluasi 360 derajat harus dilakukan.
Serta, pemahamannya terhadap bidang tugas yang diberikan, kesadarannya sebagai organ dalam pencapaian Rencana Pembangunan Jarak Menengah Daerah (RPJMD) yang disusun Wali Kota, termasuk pandanganya terhadap tantangan ke masa depan.
Lanjut Sekretaris DPC Partai Gerindra Kota Surabaya ini mengatakan, ada banyak pertimbangan menentukan seseorang pada jabatan tertentu. Termasuk bukan titipan dan penilaian yang didasarkan suka dan tidak suka.
“Soal benar atau tidaknya kabar tersebut saya belum tau, tapi isunya begitu, dan sebagai lembaga kontrol kami (DPRD Surabaya, red) wajib mengingatkan hal itu demi kebaikan bersama,” pungkasnya.