TheJatim. Surabaya – Bagus Oktavian Abrianto, Akademisi Perburuhan dari Universitas Airlangga, Surabaya. Mempertanyakan dasar kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur yang hanya sebesar Rp. 22790 atau 1,2%.
Menurutnya, kenaikan sebesar 1,2% dirasa memang kurang. Ia menyebutkan, dari aspek data yang digunakan Provinsi Jawa Timur, seharusnya kenaikan UMP bukan 1,2%, tetapi bisa lebih besar, bisa 1,7% bahkan 1,9%.
“Bila mengacu pendapatan dan pengeluaran perkapita atau inflasi dari data BPS provinsi tahun 2021,” ujarnya, saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp, Kamis (25/11/2021).
Dosen Ilmu Hukum ini mengatakan, bahwa Pemprov Jatim harus menjelaskan kejelasan dasar menaikkan UMP, lalu disosialisasikan dengan baik.
“Saya rasa perlu, agar tidak akan memberikan efek demonstrasi, dan pasti teman-teman buruh memaklumi argumentasi yang dikemukaan atau dasar data yang disampaikan itu masuk akal,” jelasnya.
Ia menghimbau kepada buruh yang melakukan aksi demonstrasi, agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar kepada keluarga buruh sendiri. “Silahkan berdikusi, bermusyawarah, dan berdemo untuk dicarikan jalan tengah,” himbaunya.
Bagus menuntut kewajiban pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya, termasuk buruh. “Karena jangan sampai pemerintah dan menteri-menterinya sejahtera, tapi disatu sisi, rakyatnya tidak sejahtera. Ini kan tidak berimbang, seharusnya semuanya harus sejahtera,” tegasnya.
Menurutnya, segala kegelisahan buruh adalah Undang-undangnya sendiri. Dibawah Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11/2020, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah 36/2021 tentang pengupahan, dan diatur lagi Surat Menteri nomor 383 tentang perekonomian dan penetapan upah minimum 2022, lalu diatur lagi UMP Jawa Timur 2022.
Wakil Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim, Nuruddin Hidayat mengatakan, baru saja Ia mendapatkan informasi terbaru dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) FSPMI, bahwa Undang-undang Cipta Kerja ditangguhkan selama dua tahun.
“Ada kabar gembira teman-teman, Undang-undang cipta kerja ditangguhkan selama 2 tahun termasuk aturan turunanne kabeh (turunannya semua, red). Termasuk PP 36 sebagai pembahasan Pemerintah, untuk menetapkan upah minimum Kabupaten Kota,” ujarnya, saat dilokasi aksi depan Balai Kota Surabaya.
Ia menuntut Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi untuk melakukan pembahasan ulang Upah Minimum Kabupaten dan Kota. “Kita minta kepada Wali Kota Surabaya, agar dilakukan pembahasan ulang seluruhnya oleh Dewan Pengupahan Kota Surabaya. Dan itu sudah oke oleh Pemkot,” tegasnya.
Setelah selesai menyampaikan kabar tersebut, Ia mendapatkan arahan dari DPW FSPMI Jatim, untuk bergerak ke Kantor Gubernur Jawa Timur. “Satu tuntutannya, minta seluruh rekomendasi Bupati dan Walikota, terkait UMK tahun 2022 dikembalikan untuk dibahas ulang,” ujarnya dengan nada lantang.