Kamis, Juli 4, 2024

Defisit APBN, Jokowi Tegur Kemenkeu

Jakarta – Thejatim.com. Dinamika postur APBN terus mengalami sorotan dati berbagai pihak, sejak diberlakukannya sejak awal tahun lalu, tepatnya pada tanggal 1 Januari 2020, APBN langsung mendapat tekanan dari eksternal, utamanya faktor wabah pandemi COBID-19.

Terhitung sudah beberapa kali APBN mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan kondisi sosial dan kemampuan keuangan negara kita, adapaun yang terbatu Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu mengumumkan adanya proyeksi defisit atau tekor APBN 2020 yang semakin melebar. Hal itu pun menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Terkait perubahan postur APBN Tahun 2020, saya mendapatkan laporan bahwa berbagai perkembangan dalam penanganan COVID-19 dan berbagai langkah strategis pemulihan ekonomi membawa konsekuensi adanya tambahan belanja yang berimplikasi pada meningkatnya defisit APBN,” kata Jokowi saat membuka ratas, Rabu (3/6/2020).

Kementerian Keuangan memang sudah mengeluarkan proyeksi defisit yang baru. Tekor APBN tahun 2020 diproyeksi 6,27% atau semakin lebar dari prediksi sebelumnya yang tertuang pada Perpres Nomor 54 Tahun 2020. Sesuai beleid itu, pemerintah menyebut defisit APBN sebesar 5,07% terhadap PDB atau Rp 852.9 triliun.

Baca Juga:  Berkah Presiden Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin

Dengan bertambahnya proyeksi defisit APBN 2020 menunjukkan proyeksi pemerintah sebelumnya kurang tepat. Oleh karena itu dia menyinggung sederet menteri di bidang ekonomi agar membuat perhitungan yang lebih tepat.

“Untuk itu, saya juga minta Menko Perekonomian, Menkeu, Menteri Bappenas melakukan kalkulasi lebih cermat, lebih detail, lebih matang terhadap berbagai risiko fiskal kita ke depan,” tegasnya.

Jokowi juga menekankan agar perubahan postur APBN dilakukan secara hati-hati, transparan, akuntabel. Dengan begitu APBN 2020 bisa dipercaya. Lalu apa jawaban Menteri Keuangan Sri Mulyani?

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2020 kembali melebar ke level 6,34% atau setara Rp 1.039,2 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB).

Angka defisit yang paling baru ini akan dimasukkan dalam revisi Perpres Nomor 54 Tahun 2020. Di mana awalnya defisit anggaran dipasang pemerintah sebesar 5,07% atau setara 852,9 triliun terhadap PDB.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Berswafoto dengan Warga Malioboro, Teriak Kebahagiaan Menyertai

“Perpres 54/2020 akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp 852,9 triliun atau 5,07% dari GDP menjadi Rp 1.039,2 triliun, atau menjadi 6,34% dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam video conference, Jakarta, Rabu (3/6/2020).

Dari kebutuhan tersebut, Sri Mulyani mengaku terjadi perubahan target baik penerimaan maupun belanja negara dalam APBN 2020. Di mana, target penerimaan menjadi Rp 1.699,1 triliun dari yang sebelumnya Rp 1.760,9 triliun. Sedangkan belanja negara menjadi Rp 2.738, 4 triliun dari yang sebelumnya Rp 2.613,8 triliun.

“Penerimaan perpajakan akan menjadi Rp 1.404,5 triliun, belanja terjadi kenaikan Rp 124,5 triliun, yang mencakup tadi berbagai belanja untuk dukung PEN (pemulihan ekonomi nasional) dan penanganan COVID, termasuk untuk daerah dan sektoral,” jelasnya.

Sri Mulyani menjelaskan, pelebaran defisit dikarenakan kebutuhan dana penanggulangan COVID-19 di tanah air yang terus bertambah. Dalam program PEN dibutuhkan sekitar Rp 677,2 triliun.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku akan melaksanakan APBN 2020 dengan hati-hati sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meskipun ada pelebaran defisit.

Baca Juga:  Jokowi Ajak Pemudik Tunda Balik, Guna Hindari Kemacetan

“Kenaikan defisit ini kita akan tetap jaga secara hati-hati sesuai instruksi presiden. Kami akan gunakan sumber pendanaan risiko kecil dan biaya paling rendah, termasuk sumber internal, penggunaan SAL, dana abadi pemerintah dan BLU, serta penarikan pinjaman program,” ujarnya.

“Kemudian juga akan melakukan penerbitan SBN domestik dan global dan dukungan dari BI melalui kebijakan-kebijakan moneternya seperti penurunan GWM, dan BI sebagai standby buyer di pasar perdana,” tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti semakin lebarnya defisit atau tekor APBN yang kembali bertambah akibat program penanganan wabah COVID-19. Jokowi menyinggung sederet menteri di bidang ekonomi agar membuat perhitungan yang lebih tepat.

“Untuk itu, saya juga minta Menko Perekonomian, Menkeu, Menteri Bappenas melakukan kalkulasi lebih cermat, lebih detail, lebih matang terhadap berbagai risiko fiskal kita ke depan,” tegas Jokowi

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Populer
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terkait
ADVERTISEMENT