Thejatim. Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkolaborasi bersama Polrestabes Surabaya dan sejumlah pihak terkait dalam upaya mencegah kasus kekerasan terhadap anak. Upaya itu dilakukan melalui sosialisasi dan kegiatan di lingkungan sekolah hingga ke Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di Balai RW.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan, upaya dalam mencegah kekerasan terhadap anak, salah satunya dilakukan dengan cara sosialisasi ke sekolah hingga Puspaga Balai RW. Sosialisasi ini juga dilakukan bersama Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya.
“Kita ada Puspaga yang ada di Balai RW, yang ada di Siola juga. Itu tidak lepas dari pendampingan Polrestabes Surabaya. Karena Unit PPA itu kerjasama dengan kita, jadi kita jalan bersama,” kata Eri, Kamis (18/5/2023).
Ia mengungkapkan, bahwa jumlah kasus yang melibatkan anak di Kota Surabaya masih dalam kategori wajar. Namun demikian, kasus tersebut seyogyanya tidak digeneralisir dengan jumlah anak di Surabaya.
“Dalam data Unit Perlindungan Anak masih kategori wajar dan itu jumlahnya sedikit. Jadi tidak bisa ketika ada kejadian satu, dua, ‘menggebyah uyah’ (digeneralisir) dengan jumlah anak di Surabaya,” tegasnya.
Menurut dia, selama ini ketika ada satu atau dua kasus yang melibatkan anak di Surabaya selalu diekspos ke media. Sehingga hal itu membuat kasus anak di Surabaya terlihat tinggi.
“Karena itu kan satu, dua kasus, tapi memang kejadiannya diekspose. Tapi kan harus dilihat berapa jumlah anak di Surabaya, berapa yang mengalami hal itu. Sehingga unit pelayanan anak Jawa Timur menyebutnya masih jauh di bawah,” bebernya.
Karena itu, Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Anak yang ada Jawa Timur dan Polrestabes Surabaya untuk mencegah kasus itu terjadi. Di sisi lain, ekspose juga dilakukan sebagai bentuk warning kepada orang tua agar berperan aktif menjaga putra-putri mereka.
“Karena ketika kita punya putra-putri, tidak bisa hanya diserahkan seorang guru, Polrestabes atau pemerintah kota dalam menjaga. Tapi bagaimana orang tua juga mempunyai kasih sayang dalam mencari anaknya, agar tidak bermain terlalu jauh,” tuturnya.
Di waktu yang sama, Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce menyampaikan, bahwa perlu ada kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam upaya mencegah kasus kekerasan terhadap anak. “Bahwa yang paling utama adalah tingkat pengawasan dari orang tua dan orang terdekat, itu paling penting,” kata Kombes Pol Pasma.
Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1996 itu juga menyebutkan, upaya pencegahan kekerasan terhadap anak, tidak bisa hanya dilakukan Polrestabes dan Pemkot Surabaya. Namun, peran aktif orang tua dalam menjaga putra-putri mereka lebih optimal juga sangat penting.
“Selama ini kita masih terus berjalan untuk pemberian sosialisasi dan imbauan ke sekolah-sekolah, baik melalui kegiatan pertemuan secara formal maupun informal, juga pemberian (sosialisasi) melalui media sosial,” kata mantan Kapolres Metro Jakarta Barat ini.
Di kesempatan berbeda, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Kota Surabaya, Ida Widayati memaparkan, timbulnya kasus kekerasan terhadap anak bisa dipengaruhi sejumlah faktor. Seperti di antaranya karena masalah keutuhan keluarga hingga penggunaan media sosial yang tidak sehat.
“Itu yang anak-anak sekarang tidak menggunakan gadget dengan sehat. Sebetulnya memang untuk tugas-tugas sekolah iya. Tapi untuk yang lainnya, mereka menggunakannya masih salah,” kata Ida.
Misalnya, Ida mencontohkan, kasus kekerasan terhadap anak bisa saja terjadi berawal dari perkenalan remaja melalui media sosial. Data DP3A-P2KB mencatat, sejak bulan Januari – April 2023, kekerasan yang melibatkan anak di Surabaya mencapai 30 an kasus. “Mulai Januari sampai dengan April 2023, ada sekitar 30 an kasus anak,” ungkap dia.
Meski demikian, pihaknya menyatakan, selama ini terus intens untuk mencegah kasus kekerasan terhadap anak. Upaya itu dilakukan dengan cara sosialisasi dinamika remaja dalam penggunaan media sosial yang sehat ke sekolah hingga Pondok Pesantren. “Itu disampaikan bagaimana sih kita menggunakan internet yang sehat, bagaimana ilmu tentang reproduksi,” katanya.
Tak hanya itu, Ida menyebut, upaya pencegahan kasus terhadap anak juga dilakukannya melalui Puspaga Balai RW. Di sana, petugas tidak hanya menerima konseling tapi juga memberikan sosialisasi bagaimana menerapkan pola asuh orang tua terhadap anak atau parenting.
“Itu sudah jalan. Ini kita juga dibantu mahasiswa jurusan psikologi, mereka kan bisa menerima konseling di awal. Tapi nanti ketika kasusnya parah, tetap dirujuk ke Puspaga di Siola,” pungkasnya.