Thejatim.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus menggalang kekuatan komunitas remaja sebagai garda terdepan dalam mencegah pernikahan usia anak. Melalui pendekatan edukatif dan partisipatif, para pelajar dilibatkan secara aktif untuk menjadi agen perubahan di lingkungan mereka masing-masing.
Komitmen ini ditunjukkan dalam gelaran Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak (PPA Award) yang digelar di Royal Plaza Surabaya, Rabu (11/6/2025). Kegiatan ini melibatkan Forum Anak Surabaya (FAS), Duta Generasi Berencana (GenRe), Organisasi Pelajar Surabaya (Orpes), serta tokoh agama dan masyarakat.
Kepala DP3APPKB Surabaya, Ida Widayati, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas elemen dalam mencegah praktik pernikahan dini yang mengancam masa depan anak-anak. “Pernikahan anak bukan sekadar soal usia, tapi soal terputusnya hak-hak dasar anak seperti pendidikan, kreativitas, dan masa depan yang layak,” ujarnya, Kamis (12/6/2025).
Menurut Ida, keterlibatan aktif remaja adalah strategi kunci. “Kami dorong dari anak untuk anak. Remaja Surabaya terbukti mampu menjadi penggerak di komunitasnya—mengedukasi, menginspirasi, dan mencegah pernikahan dini lewat pendekatan yang setara,” tegasnya.
Salah satu peserta, Valencia dari FAS, menilai kegiatan ini membuka ruang dialog yang relevan dengan kehidupan remaja. “Kita bisa bebas menyuarakan aspirasi. Edukasi dikemas dengan talkshow yang interaktif dan aplikatif,” ujar siswi SMAN 1 Surabaya.
Ketua Karang Taruna Surabaya Bidang Pencegahan Kenakalan Remaja, Harun Rosyid, mengapresiasi langkah Pemkot. “Angka dispensasi kawin di Surabaya turun 61,63 persen pada 2024. Ini bukti intervensi berbasis data dan pendekatan komunitas bekerja efektif,” ungkapnya.
Harun menekankan pentingnya akses informasi yang benar soal kesehatan seksual dan reproduksi bagi remaja. “Selama isu ini masih dianggap tabu, risiko pernikahan anak tetap tinggi. Pendidikan harus dibuka, lewat sekolah, organisasi pemuda, dan komunitas,” tandasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi komunitas anak muda seperti Karang Taruna dalam program pencegahan. “Kalau anak muda dilibatkan secara bermakna, mereka bukan hanya jadi objek, tapi subjek perubahan sosial. Dan kami siap berkolaborasi dengan Pemkot dalam setiap program perlindungan anak,” pungkasnya.
Dengan strategi berbasis komunitas dan pendekatan sebaya, Surabaya tak hanya menurunkan angka pernikahan dini, tapi juga membentuk generasi muda yang sadar hak, sehat secara fisik dan mental, serta siap membawa kota ini menuju peradaban yang berkelanjutan.