Kamis, 7 November 2024
Image Slider

RUU Kesehatan: Mempertanyakan Tidak Adanya Telaah Ilmiah dan Partisipasi Publik

M. N. Hidayat*

Rancangan Undang-Undang tentang kesehatan yang baru-baru ini diusulkan menuai banyak kontroversi dan protes dari banyak tenaga kesehatan di seluruh Indonesia.

Hal ini terjadi sebagai akibat dari langkah pemerintah yang dianggap kurang matang dalam merancang dan menyusun UU omnibus yang sangat kontroversial dan sepihak.

Apabila RUU tersebut disahkan, banyak pihak, termasuk masyarakat secara umum, akan merasakan dampak yang merugikan.

Pembahasan RUU kesehatan yang dinilai amatir karena tidak melibatkan partisipasi publik dan pihak profesional, seperti organisasi profesi kesehatan.

Baca Juga:  Integrasi Etnopedagogi Kritis Berkelanjutan dalam Pendidikan Dasar: Mendorong Kesadaran Global Melalui Budaya Lokal

Monopoli pembahasan RUU yang merupakan produk hukum merupakan kemunduran bagi demokrasi di Indonesia dan bertentangan dengan asas UU peraturan pembentukan perundang-undangan serta keputusan MK terkait partisipasi publik.

Masalah lain adalah tidak adanya alasan mendasar dan telaah ilmiah yang menjadi pertimbangan krusial dalam perubahan undang-undang kesehatan sebelumnya.

Kontroversi dalam RUU ini banyak disoroti oleh publik dan tenaga kesehatan karena beberapa pasal yang dianggap “nyaleneh” dan merugikan. Misalnya, pasal 154 ayat 3 yang menyamakan produk tembakau sejajar dengan produk ilegal seperti narkotika dan psikotropika, yang dapat merugikan petani tembakau dan industri yang telah banyak berkontribusi pada negara.

Baca Juga:  Penemuan Website Pemerintahan yang Diretas oleh Judi Online: Ancaman Serius terhadap Keamanan Cyber di Indonesia

Ada juga pasal yang akan merusak independensi konsil kedokteran Indonesia (KKI) terkait dengan standar kompetensi tenaga kesehatan, di mana Menkes mengambil alih penentuan standar tersebut pada pasal 197 ayat 3. Ini merupakan hegemoni pemerintah atas KKI sebagai badan yang independen.

RUU yang penuh kontroversi dan merugikan ini harus ditolak dan diprotes karena dapat menyebabkan banyak masyarakat yang dirugikan, terutama mengingat peran tenaga kesehatan yang sangat penting dan berjasa bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian ulang dan partisipasi publik yang lebih luas dalam pembahasan RUU kesehatan.

Baca Juga:  Kepala Desa Dikunci di Balai Desa oleh Warga: Aksi Protes terhadap PTSL

*M. N. Hidayat (Aktivis dan Mahasiswa SumenepDuta Kesehatan Jawa Timur)

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Populer
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terkait
ADVERTISEMENT