TheJatim.com – Polemik kepemilikan lahan kembali mengusik ketenangan warga RT 08 RW 02 Kelurahan Tambakwedi, Kecamatan Kenjeran. Ratusan kepala keluarga mendadak waswas setelah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Surabaya menyatakan sebagian lahan yang mereka tempati tercatat sebagai aset milik Pemerintah Kota.
Padahal, mayoritas lahan di kawasan itu sudah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) dan dokumen Petok D, bahkan diperoleh melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari pemerintah pusat di era Presiden Joko Widodo.
“Masa tanah yang sudah bersertifikat resmi PTSL, program negara, bisa dibilang milik pemkot? Ini meresahkan,” tegas M Saifuddin, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, usai menemui warga, akhir pekan lalu.
Dari sekitar 400 bidang tanah di wilayah tersebut, lebih dari 75 persen disebut sudah bersertifikat resmi. Klaim sepihak dari BPKAD pun dianggap membuat warga merasa ditekan secara psikologis, apalagi tanpa sosialisasi maupun dialog sebelumnya.
Ketua RT 08 RW 02 Ahmad Husen menyebut warga akan menempuh langkah hukum demi mempertahankan hak mereka. “Kami ini bukan menduduki lahan sembarangan. Kalau pemerintah punya niat baik, mari duduk bersama secara terbuka, jangan main klaim begitu saja,” ujarnya.
Merespons situasi yang memanas, Saifuddin menegaskan DPRD akan menggelar rapat dengar pendapat terbuka dengan melibatkan semua pihak, mulai dari BPKAD, camat, lurah, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kita lawan lewat jalur hukum dan konstitusi. Jangan sampai rakyat merasa tidak punya tempat berpijak di negeri sendiri,” ucap politisi dari Partai Demokrat itu.
Ia juga menuntut Kepala BPKAD, Wiwik Widayati, segera merespons kegelisahan warga dengan langkah konkret. Pemerintah, kata dia, seharusnya memberi rasa aman, bukan malah membuat masyarakat bingung dan khawatir.
“Jangan bikin rakyat gelisah. Negara itu hadir untuk menenangkan, bukan menakut-nakuti,” tegasnya.
Rencana hearing ini disebut menjadi langkah awal untuk mengurai persoalan secara objektif. Saifuddin memastikan, jika nantinya terbukti sah milik warga, maka tak ada alasan bagi pemerintah untuk mengambil paksa.
“Kalau itu tanah rakyat, ya harus dikembalikan. Titik. Ini bukan soal surat, tapi soal keadilan dan hak dasar sebagai warga negara,” pungkasnya.