Senin, 20 Oktober 2025
Image Slider

DPRD Surabaya Peringatkan Risiko Sosial dari Skema Bantuan Pendidikan 2026

TheJatim.com – Komisi A DPRD Kota Surabaya meminta Pemerintah Kota untuk meninjau ulang kebijakan perubahan skema bantuan pendidikan dalam Raperda APBD 2026. Permintaan itu disampaikan Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, seusai rapat pembahasan bersama Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Bapemkesra), Senin (20/10/2025).

Menurut Yona, kebijakan baru Pemkot Surabaya yang hanya memberikan bantuan biaya pendidikan kepada siswa SMA/SMK swasta, sementara siswa negeri hanya mendapat bantuan seragam, berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan kecemburuan sosial.

“Kebijakan ini tidak memenuhi asas keadilan. Siswa negeri dan swasta sama-sama berasal dari keluarga miskin atau pramiskin. Kalau bantuan biaya pendidikan dihapus untuk yang negeri, pasti timbul polemik di bawah,” ujar Yona.

Data dari Bapemkesra mencatat, 16.800 siswa SMA/SMK saat ini menerima Beasiswa Pemuda Tangguh, terdiri dari 9.858 siswa swasta dan 6.942 siswa negeri. Selama ini, semua penerima mendapat bantuan tunai Rp200.000 per bulan yang dikirim langsung ke rekening siswa.

Baca Juga:  Perjuangan Anak Pesisir Diluncurkan, Doa Bung Karno Menggema di Surabaya

Namun, dalam anggaran tahun 2026, Pemkot berencana menghapus bantuan tunai bagi siswa negeri dan menggantinya dengan bantuan seragam. Sementara bantuan untuk siswa swasta justru naik menjadi Rp500.000 per bulan.

“Kenaikan untuk siswa swasta dari Rp200.000 menjadi Rp500.000 tujuannya baik, tapi terlalu tinggi. Ini bisa menimbulkan kesenjangan sosial,” jelas Yona.

Komisi A tidak menolak peningkatan bantuan bagi siswa swasta, tetapi meminta agar besaran bantuan disesuaikan secara proporsional. Yona menyarankan bantuan dinaikkan menjadi Rp250.000 saja, namun kuotanya diperluas dua kali lipat, agar lebih banyak keluarga miskin bisa menikmati program tersebut.

Selain itu, Yona menyoroti perubahan mekanisme penyaluran dana yang akan ditransfer langsung ke rekening sekolah, bukan ke siswa. Ia mengingatkan bahwa sistem baru ini berpotensi rawan penyalahgunaan jika tidak diawasi dengan ketat.

Baca Juga:  Hari Tani 2025, GMNI Surabaya Tekankan Pentingnya Kedaulatan Pangan

“Kalau dana ditransfer ke sekolah, harus ada pengawasan. Jangan sampai SPP di bawah Rp500.000 tapi sekolah tetap menerima penuh. Ini bisa rawan penyimpangan,” tegasnya.

Yona juga meminta agar Pemkot tidak tergesa-gesa menerapkan kebijakan baru tanpa kajian matang, karena dikhawatirkan bisa memicu gejolak di masyarakat, terutama di kalangan keluarga penerima manfaat.

Komisi A berkomitmen untuk mengawal kebijakan pendidikan ini hingga tuntas, agar program Beasiswa Pemuda Tangguh tetap adil dan tepat sasaran.

“Kami akan mendorong agar TAPD dan Pemkot meninjau ulang nilai bantuan serta sistem penyalurannya. Jangan sampai niat baik berubah jadi masalah sosial,” pungkas Yona.

Pemkot Surabaya: Skema Baru untuk Efisiensi dan Transparansi

Sementara itu, Kepala Bapemkesra Kota Surabaya, Arif Boediarto, menjelaskan bahwa perubahan skema dilakukan sebagai bagian dari restrukturisasi pengelolaan dana Kader Surabaya Hebat (KSH) agar lebih efisien dan tepat sasaran.

Baca Juga:  Tahun 2026, Surabaya Biayai 24.000 Mahasiswa Lewat Beasiswa

Mulai tahun 2026, pengelolaan KSH akan dialihkan ke tingkat kecamatan dengan total anggaran Rp250 miliar.

“Dengan anggaran diturunkan ke kecamatan, koordinasi dan kreativitas di wilayah bisa lebih efektif,” terang Arif.

Ia menambahkan, penyaluran dana langsung ke sekolah bertujuan agar dana benar-benar digunakan untuk biaya pendidikan, bukan untuk kebutuhan lain.

“Kalau dana dipegang anak, kadang tidak semua digunakan untuk sekolah. Jadi nanti langsung ke sekolah supaya tepat sasaran,” jelasnya.

Arif memastikan Pemkot tidak bermaksud mengurangi bantuan, melainkan menyempurnakan sistem agar lebih transparan dan efisien. Koordinasi dengan DPRD terus dilakukan untuk mencegah munculnya polemik di masyarakat.

“Kita ingin semuanya matang sebelum dijalankan. Tujuannya tetap sama: memastikan tidak ada anak Surabaya yang putus sekolah karena biaya,” tegas Arif.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Baca Juga
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terbaru
ADVERTISEMENT